Terputusnya Nasab Habib Kepada Rasulullah SAW (2): Bantahan atas Bantahan Habib Riziq Syihab
Bantahan Terhadap Bantahan Habib Riziq Syihab Tentang Terputusnya Nasab Habib Kepada Rasulullah SAW
Ditulis oleh: K.H. Imaduddin Utsman al-Bantanie-Ketua Komisi fatwa MUI Banten,
dan Pengurus LBM PBNU
Sampai awal abad Sembilan ini tidak disebutkan nama Ubaidillah sebagai anak Ahmad bin Isa, tidak pula disebutkan ada cucunya bernama Alawi, Seperti juga tidak disebutkan bahwa Ahmad bin Isa hijrah ke Hadramaut Yaman. Tidak ada!
Daftar isi
- Pernyataan dan bantahan Habib Rizieq di Youtube
- Para Habib Ba Alawi
- Alawi bin Ubaidillah Tidak di Sebut Sebagai Keturunan Rasulullah
- Keterangan dari sejumlah kitab nasab
- Kitab Abad Kedelapan Hijriah
- Pencangkokan Pertama Nasab Ahmad Bin Isa bin Muhammad an-Naqib
- Pencangkokan Nasab Alawi Kepada Abdullah Tahun 996 Hijriah Abad 10 H.
-
KESIMPULAN
Pernyataan dan bantahan Habib Rizieq di Youtube
Seperti terdapat dalam channel youtube IBTV dengan judul postingan “MENJAWAB TUDUHAN HABAIB BUKAN KETURUNAN RASULULLAH SAW – OLEH IB HRS” yang dipost-kan 11 November 2022 dengan durasi panjang 1 jam 44 menit 10 detik dalam video itu HRS menyebutkan adanya pertanyaan yang menggelitik khususnya dikalangan anak muda tentang apakah benar habaib di Indonesia itu keturunan Rasulullah, HRS melanjutkan “kalau betul mana buktinya? Kalau betul bagaimana cara mempertanggungjawabkannya?
Menurut HRS, di menit ke 4, pembuktian apakah betul para habib itu sebagai
keturunan Nabi cukup dengan membuktikan Imam Ahmad (bin Isa) apakah betul
sebagai keturunan Nabi, jika betul Imam Ahmad sebagai keturunan Nabi maka
berarti betul para habib itu keturunan Nabi jika tidak maka tidak. HRS pula
menyatakan bahwa harus dibuktikan para tokoh-tokoh itu apakah betul ada atau
hanya tokoh fiktif, siapa ulama yang menyebutkan? Dalam kitab apa? Apakah
ulamanya otoritatif atau tidak?
Pernyataan HRS ini sebagian betul,
yaitu bahwa seorang tokoh yang diyakini ada pada suatu masa harus dibuktikan
oleh terdapatnya nama tokoh itu disebut dalam sebuah kitab pada zamannya.
Namun ketika menyebut bahwa jika Ahmad bin Isa terbukti sebagai tokoh nyata
dan sebagai keturunan Nabi yang dibuktikan dengan adanya ulama yang
menyebutkan dalam suatu kitab yang semasa, maka berarti para habib pula
terbukti sebagai keturunan Nabi.
Pernyataan HRS itu bermasalah
karena justru masalah bukan pada Ahmad bin Isa tetapi pada sosok yang bernama
Alawi yang disebut sebagai anakdari Ubaidillah dan cucu dari Ahmad bin Isa.
Ahmad bin Isa bin Muhammad an-Naqib telah terbukti secara sah dan meyakinkan
sebagai keturunan Nabi berdasarkan kitab-kitab nasab pada zamannya. Tetapi
Alawi bin Ubaidillah tidak terbukti sebagai cucu Ahmad bin Isa dikarenakan
Ubaidillah tidak terbukti sebagai anak Ahmad bin Isa.
Pada menit ke
31 HRS menyebut nama kitab-kitab seperti Al-bidayah wa al-Nihayah,
al-Kamil fi al-Tarikh, Tarikh Ibnu Khaldun, Tarikh al-Dzahabi dan banyak lagi
kitab untuk membuktikan anak keturunan Sayidina Hasan dan Husain. HRS pula
menyebut nama kitab-kitab untuk membuktikan bahwa tokoh-tokoh leluhur habaib
di Indonesia dicatat dalam kitab-kitab sampai ia menerangkan tentang Ahmad bin
Isa (al-Muhajir).
Tapi perhatikan pada menit yang ke 1:13:44 ketika
HRS telah selesai menerangkan Ahmad bin Isa yang menurutnya dicatat dalam
kitab tarikh Tobari, ketika menerangkan tentang apakah Ubaidillah ditulis oleh
ulama dalam kitab sebagai anak Ahmad bin Isa, HRS malah lompat menerangkan
tentang Alawi yang menurutnya terdapat dikitab Khulasotul Atsar. Seharusnya
HRS juga dapat menunjukan kitab mana yang menyebutkan tentang bahwa Ahmad
mempunyai anak bernama Ubaidillah.
Karena justru, sekali lagi
dikatakan, bahwa Alawi inilah yang merupakan datuk para habib Ba Alawi yang
disebut oleh para ulama sebagai bukan keturunan Rasulullah, dikarenakan
ayahnya yang bernama Ubaidillah tidak terbukti sebagai anak Ahmad bin Isa
(al-Muhajir).
Di bawah ini penulis akan terangkan sebuah pembahasan
mendetail tentang Ahmad bin Isa, apakah betul ia mempunyai anak bernama
Ubaidillah dan mempunyai cucu bernama Alawi?
Para Habib Ba Alawi
Keluarga Ba Alawi atau Para habib di Indonesia datang pada
sekitar tahun 1880 M dari Yaman sampai tahun 1943 sebelum kedatangan Jepang.
[Historiografi Etnis Arab di Indonesia, Miftahul Tawbah, Journal Multicultural
of Islamic Education, volume 6, h. 132.]
Di Indonesia, mereka
kebanyakan tidak melakukan asimilasi dengan penduduk lokal, dari itu maka
mereka dapat dikenali dengan mudah dari marga-marga yang diletakan di belakang
nama mereka, seperti Assegaf, Allatas, Al-Idrus, bin Sihab, bin Smith dan
lainnya.
Mereka mengaku sebagai keturunan Nabi Besar Muhammad SAW.
Menurut mereka, mereka adalah dari keturunan keluarga Ba Alawi. Ba Alawi
sendiri adalah rumpun keluarga di Yaman yang di mulai dari datuk mereka yang
bernama Alawi bin Ubaidillah.
Nasab Alawi menurut mereka kepada
Nabi Muhammad SAW adalah sebagai berikut: Alawi (w. 400 H) bin Ubaidillah (w.
383 H) bin Ahmad (w. 345 H) bin Isa an-Naqib (w. 300 H) bin Muhammad An-Naqib
(w. 250 H) bin Ali al-Uraidi (w. 210 H) bin Ja’far al-Shadiq (w. 148 H) bin
Muhammad al Baqir (w. 114 H) bin Ali Zaenal Abidin (w. 97 H) bin
Sayidina Husain (w. 64 H) bin Siti Fatimah az-Zahra (w. 11 H) binti Nabi
Muhammad SAW (w. 11 H). Tahun wafat yang penulis sebutkan tersebut
penulis ambil dari sebuah artikel yang berjudul “Inilah Silsilah Habib Rizieq
Shihab. Keturunan Ke-38 Nabi Muhammad?
.[https://artikel.rumah123.com/inilah-silsilah-habib-rizieq-shihab-keturunan-ke-38-nabi-muhammad-124800]
Sayangnya
nasab seperti di atas tersebut tidak sah dan batal karena tidak terkonfirmasi
dengan sanad yang muttasil (tersambung) dalam kitab-kitab nasab primer
yang mu’tabar dari generasi ke generasi. Kesimpulan seperti itu bisa
dijelaskan karena kitab-kitab nasab yang ditulis berdekatan dengan masa
hidupnya Alawi bin Ubaidillah sampai abad ke 10 Hijriah tidak mencatat
namanya.
Ibnu al-Mubarak berkata:
الإسناد عندي من الدين لولا الإسناد لقال من شاء ما شاء (رواه مسلم)
“Sanad bagiku termasuk dari agama, jika tanpa sanad maka setiap orang
bisa berkata apapun” (H.R. Muslim)
Alawi bin Ubaidillah Tidak di Sebut Sebagai Keturunan Rasulullah
Alawi bin ubaidillah yang disebut sebagai leluhur para Habib ini
tidak terbukti sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW mengapa demikian?
Karena
Ubaidillah sebagai ayah dari Alawi yang dalam kitab-kitab para habib
dicantolkan sebagai anak Ahmad bin Isa, ia tertolak sebagai anak Ahmad bin Isa
berdasarkan kitab-kitab nasab yang ditulis pada abad kelima.
Sedangkan
Ahmad bin Isa sendiri telah masyhur tercatat dalam kitab-kitab nasab sebagai
keturunan Nabi yang sah.
Ketika Ubaidillah tertolak sebagai anak
Ahmad bin Isa, maka Alawi dan keturunannya sampai sekarang dan sampai hari
kiamat tertolak sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW.
Kenapa harus
kitab abad kelima yang menjadi rujukan? Karena Alawi bin Ubaidillah wafat pada
tahun 400 Hijriah, ayahnya, Ubaidillah, wafat pada tahun 383 Hijriah, dan
Ahmad bin Isa wafat pada tahun 345 H . Maka dalam kitab-kitab nasab abad
kelima itulah dilihat apakah betul Ahmad bin Isa mempunyai anak bernama
Ubaidillah dan mempunyai cucu bernama Alawi. Ternyata setelah diadakan
penelusuran, penelitian dan pengkajian disimpulkan bahwa penisbatan ubaidillah
sebagai anak Ahmad bin Isa tertolak oleh kitab-kitab nasab yang ditulis
berdekatan dengan masa hidupnya Ubaidillah. Sedangkan kitab-kitab nasab yang
ditulis pada suatu masa, tidak bisa dianggap sahih jika tidak memiliki
referensi dari kitab-kitab sebelumnya.
Keterangan dari sejumlah kitab nasab
Di bawah ini keterangan beberapa kitab nasab mu’tabar yang
menjadi rujukan para nassabah (ahli nasab) dunia dalam mengurut nasab
keturunan Nabi Muhammad SAW.
Pertama, Kitab Tahdzibul Ansab wa
Nihayatul Alqab yang dikarang Al-Ubaidili (w. 437) abad 5 ketika menerangkan
tentang keturunan Ali al- Uraidi tidak menyebutkan nama Alawi dan ayahnya,
Ubaidillah. Ia hanya menyebutkan satu anak dari Ahmad al-Abah bin Isa yaitu
Muhammad. Kutipan dari kitab tersebut seperti berikut ini:
واحمد بن عيسى النقيب بن محمد بن علي العريضي يلقب النفاط من ولده ابو جعفر
(الاعمى) محمد بن علي بن محمد بن أحمد ، عمي في آخر عمره وانحدر الى البصرة واقام
بها ومات بها وله اولاد وأخوه بالجبل له اولاد. (تهذيب الانساب ونهاية
الالقاب، مركز تحقيقات كومبيوتر علوم اسلامي ص. 176-177(
Dan Ahmad bin Isa an-Naqib bin Muhammad bin Ali al-Uraidi diberikan
gelar an-Naffat, sebagian dari keturunannya adalah Abu Ja’far (al-A’ma: yang
buta) Muhammad bin Ali bn Muhammad bin Ahmad, ia buta di akhir hayatnya, ia
pergi ke Basrah menetap dan wafat di sana. Dan ia mempunyai anak. Saudaranya
di al-jabal (gunung) juga mempunyai anak. (Tahdzibul Ansab wa Nihayatul Alqob,
Markaz Komputer Ulum Islami, h. 176-177)
Al-Ubaidili, pengarang
kitab Tahdzibul Ansab ini, hidup satu masa dengan alawi dan satu masa pula
dengan ayahnya yaitu Ubaidillah. Menurut kitab Lisan al-Mizan karya Ibnu Hajar
al-Asqolani, Al-Ubaidili wafat pada tahun 436 atau 437 Hijriah, berarti
hanya 36 atau 37 tahun setelah wafatnya Alawi pada tahun 400 Hijriah, ditambah
dalam kitab tersebut dikatakan umur al-Ubaidil mencapai 100 tahun, berarti
Al-Ubaidili lahir pada 336/337 Hijriah, dan Ubidillah yang merupakan ayah
Alawi wafat pada tahun 383, maka ketika ubaidllah ini wafat Al-Ubaidili sudah
berumur 47 tahun, dan ketika wafatnya Alawi, Al-Ubaidli sudah mencapai umur 60
lebih, tentunya pengetahuan dan kebijaksanaanya sudah mencapai derajat
tsiqoh.
Ditambah disebutkan dalam kitab yang sama Al-Ubaidli ini
selama hidupnya sering mengunjungi banyak Negara seperti Damaskus, Mesir,
Tabariyah, Bagdad dan Mousul, seharusnya Al-Ubaidili, ketika menerangkan
keturunan Ahmad bin Isa ia mencatat nama Alawi sebagai cucu Ahmad bin
Isa dan Ubaidillah sebagai anak Ahmad bin Isa, tetapi kenyataanya Al-Ubaidili
tidak menyebutkannya, kenapa? Karena memang dua nama ini tidak ditemukan
sebagai anak dan cucu Ahmad bin Isa.
Apalagi seperti yang
disebutkan Habib Abu Bakar bin Ali Al-Masyhur dalam kitabnya al-Imam Ahmad
Al-Muhajir, bahwa Ahmad bin Isa ini adalah seorang Imam, tentunya jika seorang
imam, maka akan dikenal khalayak ramai, bukan hanya pribadinya tapi juga
anak-anaknya dan cucu-cucunya, tetapi kenyataannya, ulama yang semasa hidup
dengan Alawi, yaitu al-Ubaidili, tidak menyebut Alawi sebagai cucu Ahmad bin
Isa.
Kedua, Kitab al-Majdi fi Ansabittholibin karya Sayyid
Syarif Najmuddin Ali bin Muhammad al-Umri an-Nassabah (w. 490), ketika
menerangkan tentang keturunan Isa bin Muhammad an-Naqib ia menyebutkan bahwa
keturunan dari Ahmad al-Abah bin Isa ada di Bagdad yaitu dari al-Hasan Abu
Muhammad ad-Dallal Aladdauri bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin
Isa. Sama seperti al-Ubaidili, al-Umri tidak menyebut nama Ubaidillah dan
Alawi sebagai anak dan cucu dari ahmad bin Isa. Kutipan lengkapnya seperti di
bawah ini:
وأحمد ابو القاسم الابح المعروف بالنفاط لانه كان يتجر النفط له بقية ببغداد من
الحسن ابي محمد الدلال على الدور ببغداد رأيته مات بأخره ببغداد بن محمد بن علي
بن محمد بن أحمد بن عيسى بن محمد بن العريضي. (المجدي في أنساب الطالبين، العمري،
مكتبة آية الله عظمي المرعشي، 1422 ص. 337)
“Dan Ahmad Abul Qasim al-Abah yang dikenal dengan “al-Naffat” karena ia
berdagang minyak nafat (sejenis minyak tanah), ia mempunyai keturunan di
bagdad dari al-Hasan Abu Muhammad ad-Dalal Aladdauri di Bagdad, aku melihatnya
wafat diakhir umurnya di Bagdad, ia anak dari Muhammad bin Ali bin Muhammad
bin Ahmad bin Isa bin Muhammad (an-Naqib) bin (Ali) al-Uraidi.” (Al-majdi Fi
Ansabittholibin, al-Umri, maktabah Ayatullah udzma al-mar’asyi, Tahun 1442 h.
337)
Kedua kitab abad lima ini sepakat tidak ada nama
Ubaidillah sebagai anak Ahmad dan Alawi sebagai cucu Ahmad.
Ketiga,
Kitab Muntaqilatut Tholibiyah karya Abu Ismail Ibrahim bin Nasir ibnu
Thobatoba (w. 400 an), yaitu sebuah kitab yang menerangkan tentang
daerah-daerah lokasi perpindahan para keturunan Abi tholib menyebutkan bahwa
keturunan Abi tholib yang ada di Roy adalah Muhammad bin Ahmad an-Naffat.
Seperti diketahui bahwa keturunan Nabi juga sekaligus adalah keturunan Ali bin
Abi Talib. Kutipan kitab Muntaqilatut Tholibiyah tersebut sebagai berikut:
(بالري) محمد بن احمد النفاط ابن عيسى بن محمد الاكبر ابن علي العريضي عقبه محمد
وعلي والحسين
“Di Kota Roy, (ada keturunan Abu Tholib bernama) Muhammad bin Ahmad
an-Naffat bin Isa bin Muhammad al-Akbar bin Ali al-Uraidi. Keturunannya
(Muhammad bin Ahmad) ada tiga: Muhammad, Ali dan Husain.”
(Muntaqilatuttolibiyah, Abu Ismail Ibrahim bin Nasir Ibnu Thobatoba, Matba’ah
al-Haidariyah, Najaf, tahun 1388 H/1968 M h. 160)
Dari kutipan itu
Ahmad bin Isa disebutkan mempunyai anak bernama Muhammad, sama seperti kitab
Tahdzibul Ansab dan kitab al-Majdi.
Abad kelima, konsisten
berdasarkan tiga kitab di atas bahwa tidak ada anak Ahmad bin Isa bernama
Ubaidillah, dan tidak ada cucu Ahmad bin Isa bernama Alawi padahal penulisnya
semasa dengan Ubaidillah dan Alawi. Lalu siapa Alawi bin Ubaidillah ini
yang nanti keturunannya mengaku cucu Nabi Muhammad SAW?
Sebelum
itu mari kita lihat terlebih dahulu kitab yang lain, mungkin ada nama
ubaidillah disebut anak Ahmad bin Isa.
Kitab as-Syajarah
al-Mubarokah karya Imam Al-Fakhrurazi (w. 604 H) menyatakan dengan tegas bahwa
Ahmad bin Isa tidak mempunyai anak bernama Ubaidillah. Kutipan dari kitab itu
sebagai berikut:
أما أحمد الابح فعقبه من ثلاثة بنين: محمد ابو جعفر بالري، وعلي بالرملة، وحسين
عقبه بنيسابور (الشجرة المباركة: 111(
“Adapun Ahmad al-Abh maka anaknya yang berketurunan ada tiga: Muhammad
Abu ja’far yang berada di kota Roy, Ali yang berada di Ramallah, dan Husain
yang keturunanya ada di Naisaburi.” (Al-Syajarah Al-Mubarokah: 127)
Dari
kutipan di atas Imam Al-Fakhrurazi tegas menyebutkan bahwa Ahmad al-Abh bin
Isa hanya mempunyai anak tiga yaitu Muhammad, Ali dan Husain. Ahmad al-Abh
tidak mempunyai anak bernama Ubaidillah. Dari ketiga anaknya itu,
semuanya, menurut Imam al-fakhrurazi, tidak ada yang tinggal di Yaman.
Imam
al-Fakhrurazi, penulis kitab al-Syajarah al-Mubarokah tinggal di Kota
Roy, Iran, di mana di sana banyak keturunan Ahmad Al-Abh dari jalur Muhammad
Abu Ja’far, tentunya informasi tentang berapa anak yang dimiliki oleh Ahmad
al-Abh ia dapatkan secara valid dari keturunan Ahmad yang tinggal di Kota
Roy.
Dalam kitabnya itu Imam Al-Fakhrurazi dengan tegas
menyebutkan nama anak Ahmad al-Abah bin Isa hanya tiga. Dan tidak ada nama
anak Ahmad bin Isa yang bernama Ubaidillah, apalagi cucunya yang bernama
Alawi. Sampai pengarang kitab ini wafat tahun 604 Hijriah, sudah 259 tahun
dihitung mulai dari wafatnya Ahmad bin Isa, tidak ada riwayat, tidak ada
kisah, tidak ada kabar bahwa Ahmad bin isa pernah punya anak yang bernama
Ubaidillah dan cucu yang bernama Alawi. Siapa mereka berdua yang kemudian
diberitakan oleh anak keturunannya sebagai cucu Nabi Muhammad SAW?
Sebelum
menjawab siapa Ubaidillah dan Alawi, mari kita lihat kitab nasab abad ketujuh
Hijriah!
Kitab al-Fakhri fi Ansabitalibin karya Azizuddin Abu Tolib
Ismail bin Husain al-Marwazi (w. 614) menyebutkan yang sama seperti
kitab-kitab sebelumnya yaitu bahwa tidak ada anak Ahmad bin Isa bernama
Ubaidillah, dan tidak ada cucunya yang bernama Alawi. Kutipan lengkapnya
sebagai berikut:
منهم أبو جعفر الاعمى محمد بن علي بن محمد بن احمد الابح له اولاد بالبصرة واخوه
في الجبل بقم له اولاد ( الفخري في انساب الطالبين، السيد عزيز الدين ابو طالب
اسماعيل بن حسين المروزي، تحقيق السيد مهدي الرجائي، ص. 30(
“Sebagian dari mereka (keturunan Isa an-Naqib) adalah Abu Ja’far
(al-a’ma: yang buta) Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin
Ahmad al-Abah, ia punya anak di Bashrah, dan saudaranya di al jabal di Kota
Qum, ia punya anak.” (Al-Fakhri fi ansaabitholibin, Sayid Azizuddin Abu Tholib
Ismail bin Husain al-Mawarzi, Tahqiq sayid Mahdi ar-Roja’I, h. 30)
Sampai
abad ketujuh ini tidak ada nama anak Ahmad yang bernama Ubaidillah dan pula
tidak ada cucu Ahmad bernama Alawi dan tidak pula disebutkan Ahmad bin Isa
punya keturunan di Hadramaut Yaman.
Kitab Abad Kedelapan Hijriah
Kitab al-Ashili fi Ansabittholibin karya Shofiyuddin Muhammad
ibnu at-Thoqtoqi al-Hasani (w. 709 H) sama seperti kitab sebelumnya tidak sama
sekali menyebut ada nama Ubaidillah sebagai anak Ahmad, tidak pula ada nama
Alawi sebagai cucu Ahmad. Kutipan lengkapnya seperti berikut ini:
ومن عقب أحمد بن عيسى النقيب الحسن بن ابي سهل أحمد بن علي بن ابي جعفر محمد بن
أحمد (الأصيلي في انساب الطالبين، الطقطقي، تحقيق السيد مهدي الرجائي، ص. 212)
“Dan dari keturunan Ahmad bin Isa an-Naqib adalah al-Hasan bin Abi Sahal
Ahmad bin Ali bin Abi Ja’far Muhammad bin Ahmad (Al-Ashili fi Ansabittholibin,
at-Thoqtoqi, Tahqiq Sayid Mahdi Ar-Roja’I, h. 212)
Sampai penulis
kitab ini wafat tahun 709 Hijriah, terhitung sejak wafatnya Ahmad bin isa di
tahun 345 Hijriah, sudah 364 tahun berlalu tidak ada kabar, tiada cerita,
tiada kisah dan tiada riwayat bahwa Ahmad bin Isa mempunyai anak bernama
Ubaidillah dan mempunyai cucu bernama Alawi, dan satu lagi, tidak ada kabar
pula bahwa Ahmad bin Isa ini hijrah ke Hadramaut Yaman, sebagaimana ia
dijuluki kemudian pada ratusan tahun setelahnya sebagai al-Muhajir (orang yang
berpindah) riwayat itu diada-adakan kemudian tanpa sanad.
Pencangkokan Pertama Nasab Ahmad Bin Isa bin Muhammad an-Naqib
Lalu setelah 385 tahun ada nama baru muncul. Tapi bukan
Ubaidillah, ia adalah Abdullah yang disebut sebagai anak Ahmad bin Isa. Ia
disebut bukan dalam kitab nasab tapi dalam sebuah kitab yang berbicara tentang
sejarah para ulama dan para raja di Yaman. Kitab itu bernama kitab Al-suluk fi
Tabaqot al-Ulama wa al- muluk karya Al-Qodli Abu Abdillah Bahauddin Muhammad
bin Yusuf bin Ya’qub (w. 730/731/732).
Jelas sekali nama Abdullah
ini bukan Ubaidillah, karena memiliki keturunan yang berbeda dengan klaim Ba
alawi sekarang. Dalam kitab ini memang muncul pula nama Ba Alawi, namun
nama-nama yang disebutkan dari keluarga Ba Alawi masa kitab ini sama sekali
berbeda dengan nama-nama yang disebutkan oleh kitab karangan Ba alawi masa
kemudian. Dan kitab ini tidak menyebut sama sekali nama alawi bin Ubaidillah.
Ini pencangkokan pertama nasab Nabi Muhammad SAW dari jalur Ahmad bin Isa bin
Muhammad an-Naqib, yaitu yang dilakukan oleh keluarga Ba Alawi banil
Jadid. Nama Alawi dan Ubaidillah masih tidak muncul berbalut
kehampaan.
Dalam kitab nasab yang ditulis awal abad kesembilan nama
Abdullah pun belum ada, ini sangat logis, kitab nasab yang ditulis oleh ulama
nasab tentu tidak mungkin sembarangan memasukan nama yang tidak jelas dalam
rumpun keluarga nabi Muhammad SAW yang demikian itu berbeda dengan kitab
sejarah, penulis sejarah meriwayatkan dalam kitabnya nasab tokoh yang ditulis
sesuai pengakuannya. Ia tidak terlalu menuntut kesahihannya, karena kesahihan
nasab itu nanti bisa dikenali dan diuji oleh bidang yang lebih spesifik
yaitu bidang nasab, sejarah hanya menulis sesuai pengakuan tokoh, karena
pengakuan itu bagian dari sejarah pula. Benar atau tidaknya sangat mudah
dibuktikan dalam sanad nasab yang ditulis setiap generasi dalam kitab-kitab
nasab.
Dalam kitab Umdatuttolib fi Ansabi Ali Abi Tholib karya Ibnu
Anbah (w. 828) juga tidak disebutkan bahwa Ahmad bin Isa mempunyai anak
Ubaidillah dan punya cucu yang bernama Alawi. Kutipan lengkapnya seperti
berikut ini:
ومنهم احمد الاتج بن ابي محمد الحسن الدلال بن محمد بن علي بن محمد بن أحمد بن
عيسى الاكبر (عمدة الطالب في أنساب ال ابي طالب، ابن عنبة، ص. 225(
“Sebagian dari keturunan Muhammad an-Naqib adalah Ahmad al-Ataj bin Abi
Muhammad al-Hasan ad-Dallal bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin
Isa al-Akbar. (Umdatutholib fi Ansabi Ali Abi Tholib, Ibnu Anbah, h. 225)
Sampai
awal abad Sembilan ini tidak disebutkan nama Ubaidillah sebagai anak Ahmad bin
Isa, tidak pula disebutkan ada cucunya bernama Alawi, Seperti juga tidak
disebutkan bahwa Ahmad bin Isa hijrah ke Hadramaut Yaman. Tidak ada!
Nama
Abdullah muncul kembali pada abad ke-9 dinisbahkan sebagai anak Ahmad bin Isa.
Kitab itu bernama kitab An-Nafhah al-Anbariyah karya Muhammad Kadzim bin
Abil Futuh al-Yamani al-Musawi (w. 880). Dari situ kita melihat bahwa
nama Abdullah telah menghilang dari radar para penulis nasab selama 535
tahun dihitung dari wafatnya Ahmad bin Isa, lalu muncul dikitab nasab setelah
535 tahun tersebut.
Pencangkokan Nasab Alawi Kepada Abdullah Tahun 996 Hijriah
Abad 10 H.
Dalam kitab Tuhfatutholib Bima’rifati man Yantasibu Ila Abdillah
wa Abi Tholib, karya Sayid Muhammad bin al-Husain as-Samarqondi (w. 996)
disebutkan seperti berikut:
واما احمد بن عيسى بن محمد بن العريضي فقال ابن عنبة ابو محمد الحسن الدلال بن
محمد بن علي بن محمد بن احمد بن عيسى الرومي من ولده وسكت عن غيره. قلت رايت في
بعض التعاليق ما صورته قال المحققون بهذا الفن من اهل اليمن وحضرموت كالامام ابن
سمرة والامام الجندي والامام الفتوحي صاحب كتاب التلخيص والامام حسين بن عبد
الرحمن الاهدل والامام ابي الحب البرعي والامام فضل بن محمد البرعي والامام محمد
بن ابي بكر بن عباد الشامي والشيخ فضل الله بن عبد الله الشجري والامام عبد
الرحمن بن حسان: خرج السيد الشريف بن عيسى ومعه ولده عبد الله في جمع من الاولاد
والقرابات والاصحاب والخدم من البصرة والعراق الى حضرموت واستقر مسكن ذريته
واستطال فيهم بتريم بحضرموت بعد التنقل في البلدان والتغرب عن الاوطان حكمة الملك
المنان. فأولد عبد الله علويا وعلوي اولد محمدا ومحمد اولد علويا وعلوي اولد عليا
خالع قسم وعلي خالع قسم اولد محمد صاحب مرباط واولد محمد صاحب مرباط علويا وعليا
فاما علوي فله اربعة اولاد احمد وله عقب وعبد الله ولا عقب له وعبد المالك وعقبه
في الهند وعبد الرحمن وله عقب. واما علي فله الفقيه المقدم محمد وله عقب كثير
(تحفة الطالب بمعرفة من ينتسب الى عبدالله وابي طالب، السيد محمد بن الحسين
السمرقندي المدني، ص. 76-77)
“Adapaun Ahmad bin Isa bin Muhammad bin (Ali) al Uraidi maka Ibnu Anbah
berkata: Abu Muhammad al-Hasan al-Dallal bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin
Ahmad bin Isa ar-Rumi adalah dari keturunan Ahmad bin Isa, ia (Ibnu Anbah)
diam tentang selain Abu Muhammad. Aku berkata (penulis kitab Tuhafatutolib):
Aku melihat dalam sebagian ta’liq (catatan pinggir sebuah kitab ditulis oleh
santri dipinggir kitab ketika mendengar keterangan guru) tulisan yang bunyinya
“Telah berkata al-muhaqqiqun dari cabang ilmu ini (nasab) dari ahli Yaman dan
Hadramaut, seperti Imam Ibnu Samrah, al-Imam al-Jundi, al-Imam al-Futuhi yang
mempunyai kitab at-Talkhis, al-Imam Husain bin Abdurrahman al-Ahdal, al-Imam
Abil Hubbi al-Bur’I, al-Imam Fadhol bin Muhammad al-Bur’I, al-Imam Muhammad
bin Abi Bakar bin Ibad as-syami, Syekh Fadlullah bin Abdullah as-Syajari, dan
al-Imam Abdurrahman bin Hisan bahwa Sayid Syarif Ahmad bin Isa pergi bersama
anaknya, Abdullah, dalam rombongan para anak, kerabat, teman-teman, para
pembantu dari Bashrah dan Iraq menuju Hadramaut setelah berpindah dari
berbagai daerah dan bersembunyi dari berbagai Negara, sebagai hikmah Tuhan
raja yang maha memberikan anugrah. Maka kemudian Abdullah mempunyai anak
bernama Alwi, dan Alwi mempunyai anak bernama Muhammad, Muhammad mempunyai
anak Alwi (lagi), Alwi mempunyai anak Ali Khali’ Qosam, Ali Kholi’ Qosam
mempunyai anak bernama Muhammad Shohib Mirbath, dan Muhammad Shohib Mirbath
mempunyai anak bernama Alwi dan Ali. Maka adapun Alwi maka mempunyai empat
anak: Ahmad dan ia berketurunan, Abdullah ia tidak berketurunan, Abdul Malik
keturunannya di India, dan Abdurrahman dan ia berketurunan. Dan adapun Ali
maka ia mempunyai anak al-Faqih al-Muqoddam Muhammad dan ia mempunyai banyak
keturunan. (Tuhfatuttolib, Sayid Muhammad bin al-Husain, h. 76-77)
Inilah
kitab pertama yang menyebut nama-nama yang lazim di keluarga Alawi seperti
Alawi, Sohib mirbat dan al-Faqih al-Muqoddam. Dan penyebutan ini tanpa
referensi kitab nasab sebelumnya. Pengarang kitab Tuhfatuttolib ini hanya
berdasarkan secarik kertas yang ia temukan yang ada nama-nama susunan nasab
itu lalu ia masukan kedalam kitabnya, ia berkata “bahwa aku menemukan sebuah
ta’liq” yaitu catatan santri pada sebuah kitab ketika mengaji dihadapan guru,
Dari situlah mulai mashurnya keluarga Alawi sebagai keturunan Ahmad bin
Isa.
Dari sini terlihat, nama Alawi baru muncul setelah 651 tahun
dari wafatnya Ahmad bin Isa. Dari sini pula kita bisa melihat di generasi mana
mulai ada penisbatan keturunan Alawi sebagai dzuriyat Nabi, yaitu dimasa ahir
abad 10 hijriah. Yaitu ketika keluarga Ba Alawi bani alawi mencantolkan diri
kepada Abdullah “bin” Ahmad, dimana telah disebutkan sebelumnya nasab Abdullah
ini hasil pencantolan atau pencangkokan pula dari nasab Ahmad bin Isa.
Pencangkokan dari pencangkokan. Di masa al Faqih al-Muqoddam yang wafat tahun
653 Hijriah belum ada pengakuan keluarga Alawi sebagai dzuriyat Nabi Muhammad
SAW.
Walaupun nama Alawi telah muncul dalam kitab nasab, tetapi ada
masalah karena yang disebutkan itu ia bin Abdullah bukan bin Ubaidillah,
sementara, mungkin yang masyhur pada abad 10 itu, ia bin ubaidillah, dan
Abdullah yang pernah disebut dalam kitab Assuluk tidak punya anak bernama
Alwi, tetapi anaknya bernama Jadid, lalu kapan nama Ubaidillah ini muncul
dalam kitab nasab dan punya anak bernama Alawi?
Nama Ubaidllah
muncul dikitab-kitab nasab yang ditulis keluarga Alawi pada waktu kemudian.
Seperti kitab Syamsudzahirah karangan Syekh Abdurrahman al-Masyhur (w. 1320
H), Nubdzat Latifah karangan Zainal Abidin bin Alwi Jamalul Lail (w. 1235 H),
Uqudul Almas karangan Alwi bin Tohir Al Haddad (1382 H), Khidmatul
‘Asyirah (1384H), ringkasan Syamsudzahirah, karangan Ahmad bin Abdullah
Assegaf.
KESIMPULAN.
Berdasarkan data-data ilmiyah yang penulis sebutkan di atas, penulis
menyimpulkan bahwa menurut takaran ilmiah keluarga Habib Ba Alawi tertolak
secara ilmiah sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW. karena keluarga ini
bernisbah kepada Ahmad bin Isa setelah 651 tahun dari wafatnya Sayyid Ahmad
bin Isa tanpa sanad. kitab-kitab yang ditulis terdekat dengan masa Sayyid
Ahmad bin Isa tidak mengkonfirmasi adanya Alawi dan Ubaidillah sebagai cucu
dan anak dari Ahmad bin Isa.
Alawi dan Ubaidillah ditulis sebagai
anak dan cucu Ahmad bin Isa dalam kitab-kitab nasab jauh setelah lebih dari
650 tahun. Tentunya aneh jika orang yang tidak ada dikenal sebagai keturunan
Ahmad bin Isa lalu kemudian setelah 651 tahun disebut sebagai keturunannya
tanpa sanad yang tersambung (muttasil).
Kedudukan riwayat nasab
semacam Ba Alawi ini dalam ilmu hadits masuk dalam kategori maudlu (palsu).
Mashurnya penyebutan Ba Alawi masa kini (tahun 1444 H) sebagai keturunan Nabi
tidak bisa dijadikan pegangan kesahihan nasab mereka. Seperti sebuah hadits
yang masyhur ditengah-tengah masyarakat belum tentu hadits itu sahih. Tentu
pengakuan yang sudah berjalan selama 448 tahun itu, mulai dari
ditulisnya kitab an-Nafhah, dilanjut kitab-kitab lainnya dari keluarga
mereka, dan masifnya penyebaran melalui tulisan, ceramah dan media sosial yang
dilakukan, menjadikan doktrin itu menjadi masyhur dan istifadloh.
Mengenai
panggilan habib apakah boleh disematkan kepada bukan keturunan Rasulullah?
Jawabannya, para keturunan Nabi dalam sejarah disematkan panggilan sayyid atau
syarif, sedangkan panggilan habib itu panggilan khas untuk keturunan Alawi bin
Ubaidillah Yaman dan bukan panggilan khas keturunan Nabi, jadi siapa saja
boleh dipanggil habib jika ia senang mendengar panggilan itu. Wallahu a’lamu
bi haqiqatil hal.
Sumber: https://rminubanten.or.id