Beda Amil Zakat dan Panitia Zakat
Tiga perbedaan penting Amil Zakat dan Panitia Zakat
Perbedaan pertama: Amil zakat ditunjuk oleh Presiden atau pejabat terkait di bawahnya. Sedangkan Panitia Zakat ditunjuk oleh pihak non-pemerintah baik komunitas lokal atau oleh dirinya sendiri.
Tiga perbedaan penting Amil Zakat dan Panitia Zakat
Perbedaan pertama: Amil zakat ditunjuk oleh Presiden atau pejabat terkait di bawahnya. Sedangkan Panitia Zakat ditunjuk oleh pihak non-pemerintah baik komunitas lokal atau oleh dirinya sendiri.
Perbedaan kedua: Muzakki (pembayar zakat) yang membayar zakat melalui amil zakat, maka hukumnya sah dan gugur kewajiban zakatnya. Sama saja pihak amil zakat menyampaikan zakat tersebut pada pihak yang berhak atau tidak. Sedangkan apabila zakat diserahkan pada Panitia zakat, maka hukumnya sah apabila oleh panitia zakat disampaikan pada yang berhak (mustahik) sehingga gugur kewajiban muzakki. Namun apabila zakat itu tidak disampaikan kepada mustahik, maka tidak sah dan muzakki wajib membayar ulang zakatnya.
Perbedaan ketiga: Amil zakat berhak menjadi mustahiq atau pihak penerima zakat dan mengambil gaji dari zakat yang dikumpulkan apabila ia tidak mendapat bayaran dari pemerintah. Sedangkan Panita Zakat sama sekali tidak berhak menerima zakat sebagai pengumpul zakat karena dia bukan termasuk Amil Zakat.
Baca: Artikel Lengkap tentang Zakat
***
Untuk mengetahui pihak yang berwenang mengangkat amil di Indonesia, dari tingkat nasional sampai desa, diperlukan pemahaman Pengelola Zakat yang ada, sebagaimana dalam UU No 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat dan PP No 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan UU No 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
Demikian dikatakan Katib Syuriyah PCNU Pringsewu KH Munawir yang juga merupakan Wakil Ketua BAZNAS Kabupaten Pringsewu saat menjelaskan materi tentang Menejemen Amil Kepada Pengurus MWC NU, Ranting NU dan Takmir Masjid Se Kecamatan ambarawa, Jumat (16/6).
Dari dasar tersebut lanjutnya, dapat diketahui bahwa ada tiga Pengelola Zakat yang ada di Indonesia. Pertama adalah Badan Amil Zakat Nasional atau (BAZNAS) baik ditingkat Nasional, Provinsi maupun Kabupaten. Kedua adalah Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang sudah diberi izin oleh BAZNAS dan ketiga adalah Pengelola Zakat Perseorangan atau Kumpulan Perseorangan dalam Masyarakat di komunitas atau wilayah yang belum terjangkau oleh BAZNAS dan LAZ dan akui oleh BAZNAS Kabupaten atau LAZ Kabupaten.
"Pengangkatan amil adalah kewenangan imam (penguasa tertinggi) seperti dalam definisi amil. Namun demikian, kewenangan itu bisa dilimpahkan kepada para pejabat pembantunya, yang ditunjuk untuk mengangkat amil–yang menurut PP No 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan UU No 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat," jelasnya.
Status Kepanitiaan Zakat yang dibentuk atas Prakarsa Masyarakat Seperti di Pedesaan, Perkantoran, Sekolahan yang dibentuk atas prakarsa masyarakat dan tidak diangkat oleh presiden atau pejabat yang diberi kewenangan olehnya, maka keduanya tidak berstatus sebagai amil syar'i.
"Pengelolaan zakat yang dilakukan oleh Panitia Zakat bisa dibenarkan, tapi terbatas pada menerima zakat dari muzakki dan mendistribusikannya kepada yang berhak," ujarnya.
Selain masalah kewenangan, perbedaan antara Kepanitiaan Zakat dengan amil syar'i adalah pada gugurnya kewajiban muzakki atas zakat. "Kalau Muzakki menyerahkan zakatnya kepada Amil maka kewajiban membayar zakatnya sudah gugur walaupun ketika umpamanya terjadi Amil tidak menyerahkan zakatnya kepada mustahiq," katanya.
Beda dengan apabila para muzakki menyerahkan zakatnya kepada Panitia Zakat. Karena Panitia Zakat hanya merupakan wakil atau perpanjangan tangan, maka ketika panitia lalai dalam menyalurkan zakat dari muzakki, kewajiban zakat belum gugur.
Oleh karenanya Ia mengjimbau kepada para Panitia Zakat di Masjid dan Musholla maupun Majelis Taklim yang membentuk Kepengurusan Zakat untuk dapat mendapatkan izin dan melegalkan kepengurusan tersebut ke Lazisnu Kecamatan masing-masing sehingga akan benar-benar statusnya menjadi Amil. (Muhammad Faizin/Fathoni)
Sumber: NU.or.id
Perbedaan pertama: Amil zakat ditunjuk oleh Presiden atau pejabat terkait di bawahnya. Sedangkan Panitia Zakat ditunjuk oleh pihak non-pemerintah baik komunitas lokal atau oleh dirinya sendiri.
Perbedaan kedua: Muzakki (pembayar zakat) yang membayar zakat melalui amil zakat, maka hukumnya sah dan gugur kewajiban zakatnya. Sama saja pihak amil zakat menyampaikan zakat tersebut pada pihak yang berhak atau tidak. Sedangkan apabila zakat diserahkan pada Panitia zakat, maka hukumnya sah apabila oleh panitia zakat disampaikan pada yang berhak (mustahik) sehingga gugur kewajiban muzakki. Namun apabila zakat itu tidak disampaikan kepada mustahik, maka tidak sah dan muzakki wajib membayar ulang zakatnya.
Perbedaan ketiga: Amil zakat berhak menjadi mustahiq atau pihak penerima zakat dan mengambil gaji dari zakat yang dikumpulkan apabila ia tidak mendapat bayaran dari pemerintah. Sedangkan Panita Zakat sama sekali tidak berhak menerima zakat sebagai pengumpul zakat karena dia bukan termasuk Amil Zakat.
Baca: Artikel Lengkap tentang Zakat
***
Untuk mengetahui pihak yang berwenang mengangkat amil di Indonesia, dari tingkat nasional sampai desa, diperlukan pemahaman Pengelola Zakat yang ada, sebagaimana dalam UU No 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat dan PP No 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan UU No 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
Demikian dikatakan Katib Syuriyah PCNU Pringsewu KH Munawir yang juga merupakan Wakil Ketua BAZNAS Kabupaten Pringsewu saat menjelaskan materi tentang Menejemen Amil Kepada Pengurus MWC NU, Ranting NU dan Takmir Masjid Se Kecamatan ambarawa, Jumat (16/6).
Dari dasar tersebut lanjutnya, dapat diketahui bahwa ada tiga Pengelola Zakat yang ada di Indonesia. Pertama adalah Badan Amil Zakat Nasional atau (BAZNAS) baik ditingkat Nasional, Provinsi maupun Kabupaten. Kedua adalah Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang sudah diberi izin oleh BAZNAS dan ketiga adalah Pengelola Zakat Perseorangan atau Kumpulan Perseorangan dalam Masyarakat di komunitas atau wilayah yang belum terjangkau oleh BAZNAS dan LAZ dan akui oleh BAZNAS Kabupaten atau LAZ Kabupaten.
"Pengangkatan amil adalah kewenangan imam (penguasa tertinggi) seperti dalam definisi amil. Namun demikian, kewenangan itu bisa dilimpahkan kepada para pejabat pembantunya, yang ditunjuk untuk mengangkat amil–yang menurut PP No 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan UU No 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat," jelasnya.
Status Kepanitiaan Zakat yang dibentuk atas Prakarsa Masyarakat Seperti di Pedesaan, Perkantoran, Sekolahan yang dibentuk atas prakarsa masyarakat dan tidak diangkat oleh presiden atau pejabat yang diberi kewenangan olehnya, maka keduanya tidak berstatus sebagai amil syar'i.
"Pengelolaan zakat yang dilakukan oleh Panitia Zakat bisa dibenarkan, tapi terbatas pada menerima zakat dari muzakki dan mendistribusikannya kepada yang berhak," ujarnya.
Selain masalah kewenangan, perbedaan antara Kepanitiaan Zakat dengan amil syar'i adalah pada gugurnya kewajiban muzakki atas zakat. "Kalau Muzakki menyerahkan zakatnya kepada Amil maka kewajiban membayar zakatnya sudah gugur walaupun ketika umpamanya terjadi Amil tidak menyerahkan zakatnya kepada mustahiq," katanya.
Beda dengan apabila para muzakki menyerahkan zakatnya kepada Panitia Zakat. Karena Panitia Zakat hanya merupakan wakil atau perpanjangan tangan, maka ketika panitia lalai dalam menyalurkan zakat dari muzakki, kewajiban zakat belum gugur.
Oleh karenanya Ia mengjimbau kepada para Panitia Zakat di Masjid dan Musholla maupun Majelis Taklim yang membentuk Kepengurusan Zakat untuk dapat mendapatkan izin dan melegalkan kepengurusan tersebut ke Lazisnu Kecamatan masing-masing sehingga akan benar-benar statusnya menjadi Amil. (Muhammad Faizin/Fathoni)
Sumber: NU.or.id