Ditipu Pakai Al-Quran: antara Ahok dan Habib Rizieq
Habib Rizieq: Ulama Su' Menipu Pakai Quran Mengapa Ucapan Habib Rizieq tentang Ulama Su Menipu Umat pakai Al Qur'an dan Hadist Tidak Dimasalahkan?
Habib Rizieq Shihab, dengan mengutip Al-Maidah 52, menyatakan bahwa ulama Su' adalah kalangan ulama yang suka menipu orang pakai Al-Quran dan hadits
Dalam QS Al-Maidah ayat 52 Allah berfirman: "Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata: "Kami takut akan mendapat bencana". Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka."
Baca juga: Video dan Transkrip Pidato Ahok Al-Maidah ayat 51
Ahmad Ishomuddin (Komisi Fatwa MUI): Ahok Tidak Menistakan Agama
Kepada hakim, Ahmad Ishomuddin mengaku sebagai pakar fikih dan usul fikih yang menguasai tafsir Al-Quran dan hadis. Ahmad ialah anggota PBNU dan komisi fatwa MUI, namun ia menyatakan bersikap netral dan mewakili dirinya sendiri, lapor wartawan BBC Pijar Anugerah dari persidangan.
Ahmad berpendapat bahwa kata auliya' dalam ayat 51 surat Al-Maidah bermakna ganda, namun mayoritas ahli tafsir mengartikannya sebagai "teman setia" -seperti dalam terjemahan terkini Kementerian Agama- dan bukan 'pemimpin.'
"Kalau diterjemahkan sebagai pemimpin, silakan. Namun berdasarkan riset terhadap 30 kitab tafsir, tidak satu pun saya mendapati yang bermakna pemimpin. Auliya' berarti teman setia, penolong, aliansi pembantu keperluan orang-orang beriman," kata Ahmad.
Alasan para ulama menyepakati bahwa orang beriman dilarang mengambil orang Yahudi dan Nasrani sebagai teman setia, Ahmad menjelaskan, ialah permusuhan yang teramat sangat dan pengkhianatan di saat peperangan.
"Sabaabun nuzul (asal-usul turunannya ayat) Al-Maidah 51 ialah peperangan antara umat Islam dengan kaum Yahudi dan Nasrani pada zaman Nabi Muhammad.
"Saat itu, kaum Yahudi saling membantu untuk memusuhi Rasulullah. Demikian ini juga dilakukan Nasrani, mereka jadi teman setia satu sama lain untuk memusuhi rasul," jelas Ahmad.
Lebih jauh ketika hakim bertanya apakah itu berarti jika menjadikan orang Yahudi dan Nasrani teman setia saja tidak boleh, maka tidak boleh pula menjadikan mereka sebagai pemimpin, Ahmad menjawab penalaran tersebut keliru karena alasan hukumnya, atau ilat, tidak sama.
Terkait hal itu, Ahmad mengatakan surat Al-Maidah 51 tidak bersifat mutlak, namun hanya dapat diterapkan dalam konteks peperangan saat terjadi puncak permusuhan. Ayat tersebut bisa ditempatkan secara tidak benar jika digunakan untuk menyerang atau merendahkan lawan politik, misalnya dalam kampanye.
Ketika ditanya hakim, kapan seseorang bisa dikatakan membohongi dengan Al-Maidah ayat 51, ia menjawab, "Jika ayat itu digunakan dalam konteks pemilihan gubernur, karena ia tidak ada kaitannya dengan itu."
Meskipun merupakan anggota komisi fatwa MUI, Ahmad mengkritik sikap dan pandangan keagamaan lembaga itu yang menyatakan bahwa Ahok telah menodai agama. Ia mengaku tidak pernah dilibatkan dalam penentuan sikap tersebut.
Ahmad menganggap langkah itu diambil MUI tanpa melakukan pengecekan silang kejadian sebenarnya di Pulau Pramuka dan klarifikasi kepada Ahok.
"Saya setuju poin tertentu, misalnya bahwa keharmonisan umat harus tetap terjaga, tapi pada keputusan yang merugikan orang lain tapi tidak tabayun (klarifikasi), itu yang saya tidak sependapat," katanya kepada Majelis Hakim.[]
Sumber: BBC.COM 21 Maret 2017
***
Dosen IAIN: Pidato Ahok di Pulau Seribu Murni untuk Yakinkan Warga
Dosen IAIN Raden Intan Lampung Ahmad Ishomuddin, yang dihadirkan oleh pihak terdakwa dalam persidangan, menilai Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tak bermaksud menjelekkan agama saat menyebut Surat Al-Maidah ayat 51 ketika bertemu dengan warga di Kepulauan Seribu. Ahok, menurutnya, hanya berusaha meyakinkan warga soal program kerja.
"Kata itu dimaksudkan untuk meyakinkan audiens supaya mau terima program yang ditawarkan, bukan untuk mengejek agama," ujar Ahmad, memberikan pendapat sebagai ahli dalam sidang lanjutan Ahok, di auditorium Kementan, Jl RM Harsono, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (21/3/2017).
Menurutnya, penyebutan Surat Al-Maidah ayat 51 ada kemungkinan dilakukan karena pengalaman masa lalu. Dalam persidangan pekan lalu memang disinggung soal kampanye hitam saat Ahok maju dalam Pilgub Bangka Belitung pada 2017.
"Kira-kira menurut saya itu terlintas di pikirannya pada pengalamannya di masa yang lalu," imbuh Ahmad.
Penilaian ini disampaikan Ahmad setelah menonton video pidato Ahok di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016. Video ini ditunjukkan saat dia diperiksa di Bareskrim Polri sebagai ahli dalam kasus penodaan agama yang menyeret Ahok.
Majelis hakim juga menanyakan tentang sikap keagamaan MUI yang dikeluarkan terkait dengan kasus Ahok. Ahmad menyoroti poin yang menyangkut pandangan MUI yang menyebut Ahok melakukan penistaan agama tanpa ada proses klarifikasi.
"Ada poin-poin yang saya setuju, seperti kedamaian antar-umat beragama harus tetap dijaga. Tapi dalam putusan-putusan yang tidak tabayun saya tidak sepakat," imbuhnya.
Sikap keagamaan MUI yang dikeluarkan pada 11 Oktober 2016, menurutnya, menjadi pegangan terkait dengan demonstrasi yang menuntut proses hukum Ahok.
"Yang saya ketahui bahwa sikap keagamaan MUI itu menjadi pemicu persoalan ini menjadi besar, karena kesimpulannya antara lain menjadi dasar diajukan ke Bareskrim, karena kesimpulannya menyatakan Pak Basuki menghina Alquran dan juga ulama," kata Ahmad.
"Padahal Pak Basuki tidak menyebut bunyi Al-Maidah 51 dan hanya menyebut orang, bisa jadi orang biasa, bisa jadi politisi, bisa jadi ulama, dan MUI tidak melakukan klarifikasi ke Kepulauan Seribu dan tidak memanggil Basuki Tjahaja Purnama untuk mengklarifikasi hal tersebut," imbuh Ahmad.
Sumber: Detik.com Selasa 21 Mar 2017
***
Mengapa Ucapan Habib Rizieq tentang Ulama Su Menipu Umat pakai Al Qur'an dan Hadist Tidak Dimasalahkan?
Oleh : Sumanto Al Qurtuby
Belakangan beredar video Rizieq Shihab di You Tube dimana sang "Habib Petamburan" ini terang-terangan menuduh ada ulama su' atau "ulama bodong" yang sering menipu umat pakai Al-Qur'an dan Hadis. Silakan cari sendiri videonya, saya agak malas menampilkan di dinding FB-ku. "Ulama su' dia nipu pake Al-Qur'an. Dia nipu pake Hadis," kata sang habib.
Saya tidak tahu siapa yang Rizieq maksud sebagai "ulama su'" itu. Yang menarik adalah kenapa tidak ada gelombang protes massa umat Islam terhadap Rizieq yang jelas-jelas menuduh ada "ulama bodong" yang nipu umat pakai Al-Qur'an dan Hadis? Kenapa kaum Muslim tidak marah kemudian menggelar "demo akbar" dengan alasan Habib Rizieq telah menistakan Al-Qur'an, telah melecehkan Hadis, telah menghina Islam, dst?
Kenapa tidak ada yang menggelar "jihad konstitusional" untuk melawan Rizieq Shihab? Kenapa tidak ada yang melaporkan Rizieq ke pihak berwajib dengan tuduhan "penistaan agama"? Kenapa pula tidak ada ustad yang mewek-mewek menangis sambil nampang di TV karena Rizieq telah mencemarkan nama baik ulama?
Sebaliknya, kenapa publik Muslim hanya marah besar kepada Ahok? Padahal si koh ini "cuma" bilang "dibooingin pake itu ayat". Bandingkan dengan Pak Rizieq yang rombongan bilang "ulama bodong", Al-Qur'an, dan Hadis.
Anda tahu kenapa? Karena Ahok Kristen (non Muslim) sementara Rizieq seorang Muslim. Dengan kata lain, bukan "apa" tapi "siapa" yang mereka persoalkan. Persoalan utamanya bukan "apa yang dikatakan" tetapi "siapa yang mengatakan". Jadi "jihad konstitusional" dan demonstrasi akbar yang mereka lakukan itu sebetulnya bukan untuk "membela Islam". Kalau mereka betul-betul tidak terima "Islam dinistakan", mereka akan melakukan hal yang sama dengan Rizieq.
Ini persis seperti demonstrasi massa publik Muslim di Indonesia yang begitu heroik atas kekerasan di Palestina, Bosnia, Burma/Myanmar, atau Mindanao dengan alasan "membela Muslim" tetapi pada saat yang sama mereka "pura-pura pikun bin rabun" dengan perang, kekerasan, dan kekejaman yang terjadi di Irak, Afganistan, Suriah, Yaman, Mesir, Sudan, dlsb. Sebabnya jelas. Karena pelaku kekerasan di Palestina, Bosnia, Burma atau Mindanao itu "si kapir" sementara pelaku kekerasan di Irak, Afganistan, Suriah, Yaman, Mesir, Sudan, dlsb itu "si Muslim".
Nah, sekarang jelas kan? Jadi jangan mau "diboongin" lagi oleh para "makelar politik" dan "pedagang agama" itu.
Jabal Dhahran, Arabia**
Sumber : facebook Sumanto Al Qurtuby
VIDEO Habib Rizieq: Ulama Su' Menipu Pakai Al Quran dan Hadits
***
Komentar Ketua Umum PBNU Soal Ahok dan Surat Al Maidah
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siraj angkat bicara soal soal polemik pernyataan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang menyebut "dibohongi pakai surat Al Maidah ayat 51".
Menurutnya, jika tak ada niat untuk melecehkan umat Islam maka pernyataan Ahok harus dimaafkan.
Apalagi Ahok sudah meminta maaf.
"Bagi siapapun dalam pernyataannya melecehkan salah besar, tapi kalau tidak niat itu tidak disengaja jadi harus dimaafkan," kata Said kepada wartawan di Gedung PBNU, Kramat, Jakarta Pusat, Senin (10/10/2016).
Sebaliknya, jika Ahok memang berniat melecehkan umat Islam, maka pemerintah dan aparat harus memberikan sanksi tegas.
Aqil juga berharap agar kejadian serupa tak terulang menjelang Pilgub.
"Tapi kalau niat, itu harus ada sanksi. Kalau saya memaafkan. Kalau ada orang tak sengaja, keseleo lidah, kami maafkan," katanya.
Sumber: POSBELITUNG.COM 11 Oktober 2016
***
Dalam QS Al-Maidah ayat 52 Allah berfirman: "Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata: "Kami takut akan mendapat bencana". Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka."
Baca juga: Video dan Transkrip Pidato Ahok Al-Maidah ayat 51
Ahmad Ishomuddin (Komisi Fatwa MUI): Ahok Tidak Menistakan Agama
Kepada hakim, Ahmad Ishomuddin mengaku sebagai pakar fikih dan usul fikih yang menguasai tafsir Al-Quran dan hadis. Ahmad ialah anggota PBNU dan komisi fatwa MUI, namun ia menyatakan bersikap netral dan mewakili dirinya sendiri, lapor wartawan BBC Pijar Anugerah dari persidangan.
Ahmad berpendapat bahwa kata auliya' dalam ayat 51 surat Al-Maidah bermakna ganda, namun mayoritas ahli tafsir mengartikannya sebagai "teman setia" -seperti dalam terjemahan terkini Kementerian Agama- dan bukan 'pemimpin.'
"Kalau diterjemahkan sebagai pemimpin, silakan. Namun berdasarkan riset terhadap 30 kitab tafsir, tidak satu pun saya mendapati yang bermakna pemimpin. Auliya' berarti teman setia, penolong, aliansi pembantu keperluan orang-orang beriman," kata Ahmad.
Alasan para ulama menyepakati bahwa orang beriman dilarang mengambil orang Yahudi dan Nasrani sebagai teman setia, Ahmad menjelaskan, ialah permusuhan yang teramat sangat dan pengkhianatan di saat peperangan.
"Sabaabun nuzul (asal-usul turunannya ayat) Al-Maidah 51 ialah peperangan antara umat Islam dengan kaum Yahudi dan Nasrani pada zaman Nabi Muhammad.
"Saat itu, kaum Yahudi saling membantu untuk memusuhi Rasulullah. Demikian ini juga dilakukan Nasrani, mereka jadi teman setia satu sama lain untuk memusuhi rasul," jelas Ahmad.
Lebih jauh ketika hakim bertanya apakah itu berarti jika menjadikan orang Yahudi dan Nasrani teman setia saja tidak boleh, maka tidak boleh pula menjadikan mereka sebagai pemimpin, Ahmad menjawab penalaran tersebut keliru karena alasan hukumnya, atau ilat, tidak sama.
Terkait hal itu, Ahmad mengatakan surat Al-Maidah 51 tidak bersifat mutlak, namun hanya dapat diterapkan dalam konteks peperangan saat terjadi puncak permusuhan. Ayat tersebut bisa ditempatkan secara tidak benar jika digunakan untuk menyerang atau merendahkan lawan politik, misalnya dalam kampanye.
Ketika ditanya hakim, kapan seseorang bisa dikatakan membohongi dengan Al-Maidah ayat 51, ia menjawab, "Jika ayat itu digunakan dalam konteks pemilihan gubernur, karena ia tidak ada kaitannya dengan itu."
Meskipun merupakan anggota komisi fatwa MUI, Ahmad mengkritik sikap dan pandangan keagamaan lembaga itu yang menyatakan bahwa Ahok telah menodai agama. Ia mengaku tidak pernah dilibatkan dalam penentuan sikap tersebut.
Ahmad menganggap langkah itu diambil MUI tanpa melakukan pengecekan silang kejadian sebenarnya di Pulau Pramuka dan klarifikasi kepada Ahok.
"Saya setuju poin tertentu, misalnya bahwa keharmonisan umat harus tetap terjaga, tapi pada keputusan yang merugikan orang lain tapi tidak tabayun (klarifikasi), itu yang saya tidak sependapat," katanya kepada Majelis Hakim.[]
Sumber: BBC.COM 21 Maret 2017
***
Dosen IAIN: Pidato Ahok di Pulau Seribu Murni untuk Yakinkan Warga
Dosen IAIN Raden Intan Lampung Ahmad Ishomuddin, yang dihadirkan oleh pihak terdakwa dalam persidangan, menilai Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tak bermaksud menjelekkan agama saat menyebut Surat Al-Maidah ayat 51 ketika bertemu dengan warga di Kepulauan Seribu. Ahok, menurutnya, hanya berusaha meyakinkan warga soal program kerja.
"Kata itu dimaksudkan untuk meyakinkan audiens supaya mau terima program yang ditawarkan, bukan untuk mengejek agama," ujar Ahmad, memberikan pendapat sebagai ahli dalam sidang lanjutan Ahok, di auditorium Kementan, Jl RM Harsono, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (21/3/2017).
Menurutnya, penyebutan Surat Al-Maidah ayat 51 ada kemungkinan dilakukan karena pengalaman masa lalu. Dalam persidangan pekan lalu memang disinggung soal kampanye hitam saat Ahok maju dalam Pilgub Bangka Belitung pada 2017.
"Kira-kira menurut saya itu terlintas di pikirannya pada pengalamannya di masa yang lalu," imbuh Ahmad.
Penilaian ini disampaikan Ahmad setelah menonton video pidato Ahok di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016. Video ini ditunjukkan saat dia diperiksa di Bareskrim Polri sebagai ahli dalam kasus penodaan agama yang menyeret Ahok.
Majelis hakim juga menanyakan tentang sikap keagamaan MUI yang dikeluarkan terkait dengan kasus Ahok. Ahmad menyoroti poin yang menyangkut pandangan MUI yang menyebut Ahok melakukan penistaan agama tanpa ada proses klarifikasi.
"Ada poin-poin yang saya setuju, seperti kedamaian antar-umat beragama harus tetap dijaga. Tapi dalam putusan-putusan yang tidak tabayun saya tidak sepakat," imbuhnya.
Sikap keagamaan MUI yang dikeluarkan pada 11 Oktober 2016, menurutnya, menjadi pegangan terkait dengan demonstrasi yang menuntut proses hukum Ahok.
"Yang saya ketahui bahwa sikap keagamaan MUI itu menjadi pemicu persoalan ini menjadi besar, karena kesimpulannya antara lain menjadi dasar diajukan ke Bareskrim, karena kesimpulannya menyatakan Pak Basuki menghina Alquran dan juga ulama," kata Ahmad.
"Padahal Pak Basuki tidak menyebut bunyi Al-Maidah 51 dan hanya menyebut orang, bisa jadi orang biasa, bisa jadi politisi, bisa jadi ulama, dan MUI tidak melakukan klarifikasi ke Kepulauan Seribu dan tidak memanggil Basuki Tjahaja Purnama untuk mengklarifikasi hal tersebut," imbuh Ahmad.
Sumber: Detik.com Selasa 21 Mar 2017
***
Mengapa Ucapan Habib Rizieq tentang Ulama Su Menipu Umat pakai Al Qur'an dan Hadist Tidak Dimasalahkan?
Oleh : Sumanto Al Qurtuby
Belakangan beredar video Rizieq Shihab di You Tube dimana sang "Habib Petamburan" ini terang-terangan menuduh ada ulama su' atau "ulama bodong" yang sering menipu umat pakai Al-Qur'an dan Hadis. Silakan cari sendiri videonya, saya agak malas menampilkan di dinding FB-ku. "Ulama su' dia nipu pake Al-Qur'an. Dia nipu pake Hadis," kata sang habib.
Saya tidak tahu siapa yang Rizieq maksud sebagai "ulama su'" itu. Yang menarik adalah kenapa tidak ada gelombang protes massa umat Islam terhadap Rizieq yang jelas-jelas menuduh ada "ulama bodong" yang nipu umat pakai Al-Qur'an dan Hadis? Kenapa kaum Muslim tidak marah kemudian menggelar "demo akbar" dengan alasan Habib Rizieq telah menistakan Al-Qur'an, telah melecehkan Hadis, telah menghina Islam, dst?
Kenapa tidak ada yang menggelar "jihad konstitusional" untuk melawan Rizieq Shihab? Kenapa tidak ada yang melaporkan Rizieq ke pihak berwajib dengan tuduhan "penistaan agama"? Kenapa pula tidak ada ustad yang mewek-mewek menangis sambil nampang di TV karena Rizieq telah mencemarkan nama baik ulama?
Sebaliknya, kenapa publik Muslim hanya marah besar kepada Ahok? Padahal si koh ini "cuma" bilang "dibooingin pake itu ayat". Bandingkan dengan Pak Rizieq yang rombongan bilang "ulama bodong", Al-Qur'an, dan Hadis.
Anda tahu kenapa? Karena Ahok Kristen (non Muslim) sementara Rizieq seorang Muslim. Dengan kata lain, bukan "apa" tapi "siapa" yang mereka persoalkan. Persoalan utamanya bukan "apa yang dikatakan" tetapi "siapa yang mengatakan". Jadi "jihad konstitusional" dan demonstrasi akbar yang mereka lakukan itu sebetulnya bukan untuk "membela Islam". Kalau mereka betul-betul tidak terima "Islam dinistakan", mereka akan melakukan hal yang sama dengan Rizieq.
Ini persis seperti demonstrasi massa publik Muslim di Indonesia yang begitu heroik atas kekerasan di Palestina, Bosnia, Burma/Myanmar, atau Mindanao dengan alasan "membela Muslim" tetapi pada saat yang sama mereka "pura-pura pikun bin rabun" dengan perang, kekerasan, dan kekejaman yang terjadi di Irak, Afganistan, Suriah, Yaman, Mesir, Sudan, dlsb. Sebabnya jelas. Karena pelaku kekerasan di Palestina, Bosnia, Burma atau Mindanao itu "si kapir" sementara pelaku kekerasan di Irak, Afganistan, Suriah, Yaman, Mesir, Sudan, dlsb itu "si Muslim".
Nah, sekarang jelas kan? Jadi jangan mau "diboongin" lagi oleh para "makelar politik" dan "pedagang agama" itu.
Jabal Dhahran, Arabia**
Sumber : facebook Sumanto Al Qurtuby
VIDEO Habib Rizieq: Ulama Su' Menipu Pakai Al Quran dan Hadits
***
Komentar Ketua Umum PBNU Soal Ahok dan Surat Al Maidah
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siraj angkat bicara soal soal polemik pernyataan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang menyebut "dibohongi pakai surat Al Maidah ayat 51".
Menurutnya, jika tak ada niat untuk melecehkan umat Islam maka pernyataan Ahok harus dimaafkan.
Apalagi Ahok sudah meminta maaf.
"Bagi siapapun dalam pernyataannya melecehkan salah besar, tapi kalau tidak niat itu tidak disengaja jadi harus dimaafkan," kata Said kepada wartawan di Gedung PBNU, Kramat, Jakarta Pusat, Senin (10/10/2016).
Sebaliknya, jika Ahok memang berniat melecehkan umat Islam, maka pemerintah dan aparat harus memberikan sanksi tegas.
Aqil juga berharap agar kejadian serupa tak terulang menjelang Pilgub.
"Tapi kalau niat, itu harus ada sanksi. Kalau saya memaafkan. Kalau ada orang tak sengaja, keseleo lidah, kami maafkan," katanya.
Sumber: POSBELITUNG.COM 11 Oktober 2016
***