Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Nama dan Sifat Allah (Asma’ Wash-Shifat)
Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Nama dan Sifat Allah (Asma’ Wash-Shifat)
Menurut Ibnu Taimiyah (1263 – 1328 M/661-728 H) dan diikuti oleh kalangan Wahabi Salafi, tauhid terbagi menjadi 3 aspek: Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Nama dan Sifat Allah (Asma’ Wash-Shifat).
1. Tauhid ar-Rububiyyah
Yaitu tauhid yang dimiliki oleh orang Muslim dan orang musyrik. Dalam tauhid ini mengandung tauhid al-Khaliqiyyah (mengi’tiqad Allah Swt sebagai Pencipta), menyatakan Allah Swt penguasa langit dan bumi, dan hanya Allah Swt-lah yang mengurus keduanya.
Sekelompok insan ini mendasarkan tauhid ar-Rububiyah ini kepada firman Allah Swt dalam surat al-Mu`minun ayat 84-85 :
قُلْ لِمَنِ الْأَرْضُ وَمَنْ فِيهَا إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (84) سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ
"Katakanlah Kepunyaan siapakah bumi ini dan semua yang ada padanya jika kamu mengetahui?" Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah" Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak ingat?" (QS. al-Mukminun : 84-85)
dan juga firman Allah Swt dalam surat al-Ankabut ayat 61 :
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ
Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?" Tentu mereka akan menjawab: "Allah", maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar) (QS. al-Ankabut: 61)
Berdasarkan ayat-ayat tersebut, sekelompok insan ini berkomentar bahwa kaum kafir juga mengakui Allah Swt walaupun tauhidnya tidak sah karena mereka juga ikut menyembah berhala disamping pengakuan mereka kepada adanya Allah Swt.
2. Tauhid al-Uluhiyyah
Yaitu tauhid dalam penyembahan bahwa hanya Allah Swt semata yang disembah dan tiada menyekutukan-Nya dengan apapun.
3. Tauhid al-Asma` wa as-Shifat
Yaitu menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah Swt sebagaimana telah di tetapkan oleh al-Qur`an dan Rasul-Nya berdasarkan maknanya yang zhahir (walaupun membawaki kepada tajsim).
Ibnu Taimiyah di dalam kitabnya, Minhaj al-Sunnah menomentari tentang tauhidnya mayoritas kaum Muslimin dan 'Ulama Mutakallimin dari golongan al-Asya`irah dan lainnya :
وأخرجوا من التوحيد ما هو منه كتوحيد الإلهية وإثبات حقائق أسماء الله وصفاته ولم يعرفوا من التوحيد إلا توحيد الربوبية وهو الإقرار بأن الله خالق كل شيء وربه وهذا التوحيد كان يقر به المشركون الذين قال الله عنهم ولئن سألتهم من خلق السموات والأرض ليقولن الله (سورة لقمان).وقال تعالى قل من رب السموات السبع ورب العرش العظيم سيقولون الله الآيات ((سورة المؤمنون) وقال عنهم ومايؤمن أكثرهم بالله إلا وهم مشركون (سورة يوسف). قال طائفة من السلف يقول لهم من خلق السماوات والأرض فيقولون الله وهم مع هذا يعبدون غيره وإنما التوحيد الذي أمر الله به العباد هو توحيد الألوهية المتضمن لتوحيد الربوبية بأن يعبد الله وحده لا يشركون به شيئا
Mereka telah mengeluarkan bagian dari tauhid seperti tauhid Ilahiyah dan menyatakan adanya hakikat nama-nama Allah dan sifat-Nya. Mereka tiada mengetahui tauhid kecuali hanya tauhid Rububiyyah saja yaitu pengakuan bahwa Allah Swt adalah Pencipta segala sesuatu. Tauhid ini juga diakui oleh kaum kafir dimana Allah Swt berfirman tentang mereka : Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka "Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?" Tentu mereka akan menjawab "Allah" (QS. al-Ankabut: 61. Allah Swt juga berfirman "Katakanlah: "Siapakah Yang Mempunyai langit yang tujuh dan Yang Mempunyai 'Arsy yang besar? Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah Swt". (QS. al-Mukminun: 86-87)
dan juga firman Allah Swt: "Dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah Swt melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah Swt (QS. Yusuf : 106). Sekelompok 'Ulama salaf berkata: "Allah Swt bertanya kepada mereka: "Siapa yang menciptakan langit dan bumi". Mereka menjawab: "Allah Swt", namun dalam keadaan demikian mereka juga masih menyembah selain Allah Swt dan tauhid yang Allah Swt perintahkan kepada hamba-Nya hanyalah tauhid Uluhiyyah yang juga mengandung tauhid Rububiyah dengan cara hanya menyembah Allah Swt dan tidak menyekutukan-Nya dengan apapun"
Ibnu Taimiyah juga berkata dalam kitab Risalah Ahl al-Shuffah:
توحيد الربوبية وحده لا ينفى الكفر ولا يكفى
"Tauhid Rububiyyah semata tidaklah menghilangkan kekufuran dan tidaklah memadai"
Muhammad bin ‘Abd al-Wahhab (pencetus gerakan al-Wahhabiyyah) dalam kitabnya, Kasyf al-Syubhat, menyatakan :
وتحققت أن رسول الله - صلى الله عليه وسلم - إنما قاتلهم ليكون الدعاء كله لله والنذر كله لله والذبح كله لله والاستغاثة كلها لله وجميع أنواع العبادة كلها لله وعرفت أن إقرارهم بتوحيد الربوبية لم يدخلهم في الإسلام وأن قصدهم الملائكة والأولياء يريدون شفاعتهم والتقرب إلى الله بذلك هو الذي أحل دماءهم وأموالهم عرفت حينئذٍ التوحيد الذي دعت إليه الرسل وأبى عن الإقرار به المشركون
"Setelah kamu pastikan bahwa Rasulullah Saw memerangi kaum musyrik supaya berdoa hanya kepada Allah Swt, bernazar hanya kepada Allah Swt, menyembelih hanya kepada Allah Swt, meminta tolong hanya kepada Allah Swt dan sekalian ibadah hanya kepada Allah Swt dan telah kamu ketahui bahwa pengakuan mereka dengan tauhid Rububiyyah tidaklah memasukkan mereka dalam agama Islam dan tujuan mereka kepada para Malaikat dan para Auliya` adalah untuk meminta syafa’at mereka dan pendekatan diri kepada Allah Swt dengan cara demikian merupakan hal yang menghalalkan darah dan harta mereka. Dapatlah kamu ketahui ketika itu tauhid yang diajak oleh para Rasul dan enggan diakui oleh kaum musyrik".
Dari pernyataan-pernyataan tersebut, jelaslah kedua insan ini hendak mengatakan bahwa tauhid yang diajak oleh para Rasul adalah tauhid Uluhiyyah sedangkan tauhid Rububiyyah telah ada pada kaum kafir. Begitu juga dengan para ‘Ulama al-Asyar’irah yang hanya bertauhid dengan tauhid Rububiyyah saja, tidak bertauhid Uluhiyyah.
Kesalahan Pembagian Tauhid Rububiyah dan Uluhiyah
Salah satu hal yang menjadikan pembagian tauhid Rububiyyah dan Uluhiyyah ini adalah pembagian yang tidak masuk akal adalah pemisahan makna ilah dan rabb. Padahal pada dasarnya, kedua lafadz tersebut adalah lafadz yang maknanya saling melazimi karena ilah yang haq adalah rabb yang haq. Begitu juga sebaliknya, ilah yang bathil juga merupakan rabb yang bathil.
Hal ini terbukti dari beberapa ayat al-Qur`an dan hadits Rasul Saw yang sama sekali tidak membedakan pemakaian lafazh ilah dan rabb. Allah Swt berfirman yang menceritakan perjanjian manusia tentang ke-Tuhanan Allah Swt di alam ruh :
أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ
"Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (ke-Esaan Tuhan)" (QS. al-A’raf : 172)
Ayat ini menunjukkan bahwasanya pemakaian kata rabb untuk pengakuan ke-Tuhanan Allah Swt sama saja halnya dengan pemakaian kata ilah. Seandainya tidak sama, tentu saja lafazh perjanjiannya tidak akan memakai kata rabb dan akan dituntut untuk mengakui ke-Tuhanan Allah swt dengan pemakaian kata ilah.
Dalil lainnya yang menunjuki bahwa makna lafadz rabb dan ilah saling melazimi (tidak bisa terpisah) adalah pertanyaan Malaikat Munkar ‘as dan Nakir ‘as di dalam kubur dengan lafadz "من ربك" bukan dengan lafadz "من الهك" . Kalau memang makna dari lafadz Rabb dan Ilah berbeda, tentunya kedua Malaikat ‘as ini akan menanyakan "من الهك" atau akan menanyakan keduanya.
Oleh karena itu antara Uluhiyyah dan Rububiyyah tidak bisa dipisahkan maknanya sehingga pembagian tauhid ini tidak sah karena siapa saja yang telah mengakui Rububiyyah bagi satu zat, berarti ia juga telah mengakui Uluhiyyahnya zat tersebut.
Benarkan Kaum Kafir Ber-tauhid Rububiyyah?
Sekelompok insan pembagi tauhid tiga ini menyatakan bahwa kaum musyrik memiliki tauhid Rububiyyah. Ini merupakan hal yang sangat aneh karena kaum yang menyekutukan Allah Swt didakwa sebagai kaum yang ber-tauhid padahal dalil-dalil telah menunjukkan bahwa kaum kafir sama sekali tidak memiliki tauhid Rububiyyah.
Salah satu dalil yang sangat jelas untuk menunjuki bahwa para kafir itu tetap mensyirikkan tauhid Rububiyyah adalah pertanyaan Malaikat Munkar 'as dan Nakir 'as dalam kuburan dengan lafadz من ربك , "Siapa Rabb-mu?", jawaban kaum kafir adalah لا ادرى , "Saya tidak tahu", sedangkan kaum mukmin akan menjawab "Allah Swt", sehingga dapatlah dipahami bahwa kekufuran kaum musyrik dalam Rububiyyah sama dengan kekufurannya terhadap Uluhiyyah.
Para Rasul sebagaimana mereka menentang kaum musyrikin yang beribadah kepada selain Allah Swt, mereka juga menentang keyakinan kaum musyrikin yang menetapkan sifat Rububiyyah kepada selain Allah Swt, seperti keyakinan kaum kafir akan terpenuhinya syafa’at (permintaan pertolongan) mereka di sisi Allah Swt dengan cara menyekutukan Allah Swt dengan tuhan-tuhan mereka ataupun seperti terpenuhinya kehendak tuhan-tuhan mereka dalam memberi manfaat dan kemudharatan bagi mereka. Ini menunjukkan bahwa sifat Rububiyyah yang ditetapkan oleh kaum kafir kepada Allah Swt adalah penetapan yang tidak sah sehingga kaum kafir tidak layak digolongkan dalam kelompok manusia yang bertauhid Rububiyyah.
Beberapa ayat al-Qur`an yang menunjuki bahwa para Rasul juga menentang penetapan sifat Rububiyyah Allah Swt oleh kaum musyrikin antara lain :
1. Dalam surat al-Anbiya, Allah Swt menghikayahkan perkataan Nabi Ibrahim ‘as :
قَالَ بَلْ رَبُّكُمْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الَّذِي فَطَرَهُنّ
"Nabi Ibrahim ‘as berkata : "Sebenarnya Tuhan kamu ialah Tuhan langit dan bumi yang telah menciptakannya" (QS. al-Anbiya: 56)
2. Dalam surat al-An’am ayat 80, Allah Swt juga menghikayahkan perkataan Nabi Ibrahim ‘as kepada kaumnya :
أَتُحَاجُّونِّي فِي اللَّهِ وَقَدْ هَدَانِ وَلَا أَخَافُ مَا تُشْرِكُونَ بِهِ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ رَبِّي شَيْئًا
"Apakah kamu hendak membantah tentang Allah Swt padahal sesungguhnya Allah Swt telah memberi petunjuk kepadaku. Dan aku tidak takut kepada (malapetaka dari) sembahan-sembahan yang kamu persekutukan dengan Allah Swt kecuali di kala Tuhanku (Rabbi) menghendaki sesuatu (dari malapetaka) itu... " (QS. al-An’am : 80)
Kedua kandungan ayat ini ini adalah bukti nyata seruan Nabi Ibrahim ‘as kepada kaum musyrik untuk tidak menjadikan tuhan mereka sebagai sekutu bagi Allah Swt dengan keyakinan mereka bahwa tuhan mereka bisa memberi mudharat dan manfaat.
3. Dalam surat Yusuf ayat 39, Allah Swt menceritakan dakwah Nabi Yusuf ‘as ketika berada dalam penjara:
أَأَرْبَابٌ مُتَفَرِّقُونَ خَيْرٌ أَمِ اللَّهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ
"Manakah yang baik, tuhan-tuhan (Arbab, kata plural dari Rabb) yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa?" (QS. Yusuf : 39)
4. Dalam surat an-Nazi’at ayat 24, Allah Swt menghikayahkan perkataan Fir’aun :
أَنَا رَبُّكُمُ الْأَعْلَى
"Akulah tuhanmu yang paling tinggi" (Q.S. an-Nazi’at : 24)
Apakah masih dapat di katakan bahwa “kedua sahabat Nabi yusuf yang menyembah patung dan fir’aun itu mengakui dengan uluhiyyah Allah SWT ? sehingga bisa kita dakwakan bahwa kaum tauhid Raububiyah juga ada pada kaum kafir!
5. Dalam surat asy-Syu’ara` ayat, Allah menghikayahkan percakapan Nabi Musa dengan Fir’aun. Fir’aun berkata :
وَمَا رَبُّ الْعَالَمِينَ
"dan apa itu tuhan kamu?" (Q.S. As-Syu’ara 23)
Maka Nabi Musa AS menjawab :
رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا
"Tuhan langit dan bumi dan sesuatu antara keduanya"( Q.S. Asy-Syu’ara 24 )
Nabi Musa juga menjawab:
رَبُّكُمْ وَرَبُّ آبَائِكُمُ الْأَوَّلِينَ
"tuhan kamu dan tuhan segala bapak kamu yang terdahulu"(Q.S. Asy-Syu’ara 26)
6. Nabi Harun as menyeru kepada kaumnya yang menyembah patung anak lembu :
وَإِنَّ رَبَّكُمُ الرَّحْمَنُ
Dan sesungguhnya tuhan kamu itu Maha pengasih (bukan anak sapi ini) (Q.S. Thaha 90)
7. Allah ta"ala berfirman kepada Nabi Muhammad SAW :
قُلْ أَغَيْرَ اللَّهِ أَبْغِي رَبًّا وَهُوَ رَبُّ كُلِّ شَيْءٍ
Katakanlah: "Apakah aku akan mencari Tuhan selain Allah, padahal Dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu…"(Q.S. al-An’am 64)
8. surat ali Imran 80 :
وَلَا يَأْمُرَكُمْ أَنْ تَتَّخِذُوا الْمَلَائِكَةَ وَالنَّبِيِّينَ أَرْبَابًا
dan Dia tidak menyuruhmu menjadikan malaikat dan para nabi sebagai tuhan-tuhan.(Q.S. Al Imran 80)
9. dll
Seluruh ayat diatas juga menunjukan bahwa para Rasul juga menyeru kepada kaumnya untuk tidak menyekutukan Allah pada rububiyyah dan untuk tidak menetapkan sesuatu dari kekhususan rububiyyah kepada selain Allah. Hal ini menunjukan bahwa kaum musyrikin juga menyekutukan Allah dengan sesembahan mereka pada sifat-sifat keistimewaan Allah. Mereka memiliki beberapa Rabb (tuhan), maka bagaimana bisa di katakan bahwa kaum musyrik memiliki tauhid rububiyah, meyakini bahwa hanya ada satu rabbi.
Dan adapun ayat-ayat yang mereka jadikan sebagai hujjah untuk melegitimasikan pernyataan mereka bahwa orang musyrik mengakui tauhid rububiyyah maka ayat-ayat tersebut sama sekali tidak bisa menjadi hujjah untuk dakwaan mereka karena :
Karena ayat-ayat tersebut khusus diturunkan kepada musyrikin arab pada masa Rasulullah SAW. Sedangkan dakwaan mereka umum untuk semua kaum musyrik.
Berdasarkan kenyataan dilapangan dan dalam sejarah bahwa beberapa kelompok manusia mengingkari adanya Allah SWT seperti kelompok Atheis, golongan yang lain mengingkari ke-esaan Allah SWT seperti kaum tsanawiyyah yang mengatakan tuhan ada 2, tuhan kebaikan dan tuhan keburukan, dan ada juga kaum shabiah (para penyembah bintang) mereka menetapkan tadbir (pengaturan alam) kepada bintang-bintang sehingga bintang tersebut berhak untuk di sembah serta mengadukan berbagai keperluan padanya, mereka meyakini bahwa bintang mengatur segala kejadian dibumi seperti kebahagiaan seseorang, sengsara, sehat, sakit, dll.
Maka apakah bisa kita membenarkan bahwa mereka semua termasuk orang –orang yang bertauhid rububiyyah?
Begitu juga di dalam Al-quran telah tertera bahwa Namrud dan Fir’aun mendakwakan adanya sifat rububiyyah pada diri mereka, Namrud mengatakan:
أَنَا أُحْيِي وَأُمِيتُ
"saya yang menghidupkan dan yang mematikan" (Q.S. al-Baqarah 258)
وَمَا رَبُّ الْعَالَمِينَ
"dan apa tuhan sekalian alam" (Q.S. Syu’ara` 23)
sedangkan Fir'aun mengatakan :
يَا أَيُّهَا الْمَلَأُ مَا عَلِمْتُ لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرِي
"Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan (rabb) bagimu selain aku" (Q.S. al-Qashash 38)
dan ia juga berkata:
أَنَا رَبُّكُمُ الْأَعْلَى
aku tuhan (rabb) kamu yang lebih tinggi (Q.S. an-naza’at 24)
Mereka semua sama sekali tidak mengenal rububiyyah apalagi mengakui dengan tauhid rububiyyah kepada Allah, bahkan sebaliknya mereka mendakwakan diri mereka sebagai Rabb yang memberi manfaat dan mudharat.
Allah SWT berkata tentang keadaan kaum musyrikin Arab:
وَهُمْ يَكْفُرُونَ بِالرَّحْمَنِ قُلْ هُوَ رَبِّي
mereka kufur dengan Allah, katakanlah Allah itu Rabbi (Q.S.Ar-Ra’du 30)
Maka dimana tauhid rububiyyah mereka?
Dari ayat-ayat yang telah kami uraikan diatas menunjukkan bahwa orang-orang musyrik menjadikan sembahan mereka sebagai sekutu bagi Allah, mereka menetapkan bahwa tuhan-tuhan mereka bisa memberi pertolongan (syafa’at) mereka menetapkan bahwa tuhan-tuhan mereka bisa berkehendak apapun terhadap manusia yang hidup dibumi ini, maka iktiqad mereka yang seperti ini adalah syirik pada Rububiyyah.
Selain itu, ketika jiwa manusia hanya akan tunduk dengan menyembah kepada zat yang telah ia akui sebagai pencipta dan pengatur alam, maka penyembahan kaum musyrik kepada selain Allah menunjuki bahwa keyakinan ke esaan pencipta dan pengatur alam dalam hati mereka bukan hanya kepada Allah semata, dengan kata lain tauhid Rububiyah sama sekali tidak ada dalam jiwa mereka. Karena manusia yang mengakui adanya sebagian sifat Rububiyah pada satu zat kemudian menyekutukannya maka manusia tersebut tidaklah dapat di katakan memiliki tauhid Rububiyah.
Kesimpulannya, dakwaan Ibnu Taimiyah dan pengikutnya bahwa sekalian kaum musyrik dari sekalian umat juga mengakui tauhid Rububiyah kepada Allah dan sesungguhnya mereka itu kafir hanya karena tidak memiliki tauhid uluhiyyah (menyembah selain Allah) dan bahwa para Rasul-rasul tidak mengajak umatnya kepada tauhid Raububiyah karena tauhid tersebut telah ada pada diri mereka tetapi yang di ajak oleh Rasul hanyalah untuk mengakui tauhid uluhiyah, merupakan dakwaan yang sesat serta menyalahi al-quran sendiri sebagaimana telah kita uraikan ayat-ayat al-quran yang menunjukkan bahwa kaum musyrik menyekutukan Allah dengan sesembahan mereka sebagian sifat-sifat kekhususan Allah SWT.
Pada hakikatnya pembagian tauhid kepada rububiyah dan uluhiyah adalah bertujuan untuk menggolongkan kaum muslimin yang melakukan ziarah, bertawasol ke kuburan para anbiya dan syuhada sebagai orang-orang musyrik yang hanya memiliki tauhid rububiyah dan tidak memilikii tauhid uluhiyah seperti layaknya kaum musyrik yang menurut mereka juga mengimani Allah tetapi menyembah selain Allah.
Sumber: Lbm.Mudimesra.com
****
Pendapat kaum Wahabi yang membagi tauhid kepada tiga bagian; tauhid Ulûhiyyah, tauhid Rubûbiyyah, dan tauhid al-Asmâ’ Wa ash-Shifât adalah bid’ah batil yan menyesatkan. Pembagian tauhid seperti ini sama sekali tidak memiliki dasar, baik dari al-Qur’an, hadits, dan tidak ada seorang-pun dari para ulama Salaf atau seorang ulama saja yang kompeten dalam keilmuannya yang membagi tauhid kepada tiga bagian tersebut. Pembagian tauhid kepada tiga bagian ini adalah pendapat ekstrim dari kaum Musyabbihah masa sekarang; mereka mengaku datang untuk memberantas bid’ah namun sebenarnya mereka adalah orang-orang yang membawa bid’ah.
SEDIKIT BANTAHAN AHLUSSUNNAH TERHADAP KAUM WAHABI YANG SANGAT APRIORI TERHADAP ILMU KALAM.
Di antara dasar yang dapat membuktikan kesesatan pembagian tauhid ini adalah sabda Rasulullah SAW:
أمِرْتُ أنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتىّ يَشْهَدُوْا أنْ لاَ إلهَ إلاّ اللهُ وَأنّيْ رَسُوْل اللهِ، فَإذَا فَعَلُوْا ذَلكَ عُصِمُوْا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وأمْوَالَهُمْ إلاّ بِحَقّ (روَاه البُخَاريّ)
“Aku diperintah untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada Tuhan (Ilâh) yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwa saya adalah utusan Allah. Jika mereka melakukan itu maka terpelihara dariku darang-darah mereka dan harta-harta mereka kecuali karena hak”. (HR al-Bukhari).
Dalam hadits ini Rasulullah SAW tidak membagi tauhid kepada tiga bagian, beliau tidak mengatakan bahwa seorang yang mengucapkan “Lâ Ilâha Illallâh” saja tidak cukup untuk dihukumi masuk Islam, tetapi juga harus mengucapkan “Lâ Rabba Illallâh”. Tetapi makna hadits ialah bahwa seseorang dengan hanya bersaksi dengan mengucapkan “Lâ Ilâha Illallâh”, dan bersaksi bahwa Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah SWTmaka orang ini telah masuk dalam agama Islam. Hadits ini adalah hadits mutawatir dari Rasulullah SAW, diriwayatkan oleh sejumlah orang dari kalangan sahabat, termasuk di antaranya oleh sepuluh orang sahabat yang telah medapat kabar gembira akan masuk ke surga. Dan hadits ini telah diriwayatkan oleh al-Imâm al-Bukhari dalam kitab Shahih-nya.
Tujuan kaum Musyabbihah membagi tauhid kepada tiga bagian ini adalah tidak lain hanya untuk mengkafirkan orang-orang Islam ahi tauhid yang melakukan tawassul dengan Nabi Muhammad SAW, atau dengan seorang wali Allah SWT dan orang-orang saleh. Mereka mengklaim bahwa seorang yang melakukan tawassul seperti itu tidak mentauhidkan Allah SWT dari segi tauhid Ulûhiyyah. Demikian pula ketika mereka membagi tauhid kepada tauhid al-Asmâ’ Wa ash-Shifât, tujuan mereka tidak lain hanya untuk mengkafirkan orang-orang yang melakukan takwil terhadap ayat-ayat Mutasyâbihât. Oleh karenanya, kaum Musyabbihah ini adalah kaum yang sangat kaku dan keras dalam memegang teguh zhahir teks-teks Mutasyâbihât dan sangat “alergi” terhadap takwil. Bahkan mereka mengatakan: “al-Mu’aw-wil Mu’ath-thil”; artinya seorang yang melakukan takwil sama saja dengan mengingkari sifat-sifat AllahvSWT. Na’ûdzu Billâh.
Dengan hanya hadits shahih di atas, cukup bagi kita untuk menegaskan bahwa pembagian tauhid kepada tiga bagian di atas adalah bid’ah batil yang dikreasi oleh orang-orang yang mengaku memerangi bid’ah yang sebenarnya mereka sendiri ahli bid’ah. Bagaimana mereka tidak disebut sebagai ahli bid’ah, padahal mereka membuat ajaran tauhid yang sama sekali tidak pernah dikenal oleh orang-orang Islam?! Di mana logika mereka, ketika mereka mengatakan bahwa tauhid Ulûhiyyah saja tidak cukup, tetapi juga harus dengan pengakuan tauhid Rubûbiyyah?! Bukankah ini berarti menyalahi hadits Rasulullah SAW di atas?! Dalam hadits di atas sangat jelas memberikan pemahaman kepada kita bahwa seorang yang mengakui ”Lâ Ilâha Illallâh” ditambah dengan pengakuan kerasulan Nabi Muhammad SAW maka cukup bagi orang tersebut untuk dihukumi sebagai orang Islam. Dan ajaran inilah yang telah dipraktekan oleh Rasulullah SAW ketika beliau masih hidup. Apa bila ada seorang kafir bersaksi dengan ”Lâ Ilâha Illallâh” dan ”Muhammad Rasûlullâh” maka oleh Rasulullah SAW orang tersebut dihukumi sebagai seorang muslim yang beriman. Kemudian Rasulullah SAW memerintahkan kepadanya untuk melaksanakan shalat sebelum memerintahkan kewajiban-kewajiban lainnya; sebagaimana hal ini diriwayatkan dalam sebuah hadits oleh al-Imâm al-Bayhaqi dalam Kitâb al-I’tiqâd. Sementara kaum Musyabbihah di atas membuat ajaran baru; mengatakan bahwa tauhid Ulûhiyyah saja tidak cukup, ini sangat nyata telah menyalahi apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW. Mereka tidak paham bahwa ”Ulûhiyyah” itu sama saja dengan ”Rubûbiyyah”, bahwa ”Ilâh” itu sama saja artinya dengan ”Rabb”.
Kemudian kita katakan pula kepada mereka; Di dalam banyak hadits diriwayatkan bahwa di antara pertanyaan dua Malaikat; Munkar dan Nakir yang ditugaskan untuk bertanya kepada ahli kubur adalah: ”Man Rabbuka?”. Tidak bertanya dengan ”Man Rabbuka?” lalu diikutkan dengan ”Man Ilahuka?”. Lalu seorang mukmin ketika menjawab pertanyaan dua Malaikat tersebut cukup dengan hanya berkata ”Allâh Rabbi”, tidak harus diikutkan dengan ”Allâh Ilâhi”. Malaikat Munkar dan Nakir tidak membantah jawaban orang mukmin tersebut dengan mengatakan: ”Kamu hanya mentauhidkan tauhid Rubûbiyyah saja, kamu tidak mentauhidkan tauhid Ulûhiyyah!!”. Inilah pemahaman yang dimaksud dalam hadits Nabi tentang pertanyaan dua Malaikat dan jawaban seorang mukmin dikuburnya kelak. Dengan demikian kata ”Rabb” sama saja dengan kata ”Ilâh”, demikian pula ”tauhid Ulûhiyyah” sama saja dengan ”tauhid Rubûbiyyah”.
Dalam kitab Mishbâh al-Anâm, pada pasal ke dua, karya al-Imâm Alawi ibn Ahmad al-Haddad, tertulis sebagai berikut:
”Tauhid Ulûhiyyah masuk dalam pengertian tauhid Rubûbiyyah dengan dalil bahwa Allah telah mengambil janji (al-Mîtsâq) dari seluruh manusia anak cucu Adam dengan firman-Nya ”Alastu Bi Rabbikum?”. Ayat ini tidak kemudian diikutkan dengan ”Alastu Bi Ilâhikum?”. Artinya; Allah mencukupkannya dengan tauhid Rubûbiyyah, karena sesungguhya sudah secara otomatis bahwa seorang yang mengakui ”Rubûbiyyah” bagi Allah maka berarti ia juga mengakui ”Ulûhiyyah” bagi-Nya. Karena makna ”Rabb” itu sama dengan makna ”Ilâh”. Dan karena itu pula dalam hadits diriwayatkan bahwa dua Malaikat di kubur kelak akan bertanya dengan mengatakan ”Man Rabbuka?”, tidak kemudian ditambahkan dengan ”Man Ilâhuka?”. Dengan demikian sangat jelas bahwa makna tauhid Rubûbiyyah tercakup dalam makna tauhid Ulûhiyyah.
Di antara yang sangat mengherankan dan sangat aneh adalah perkataan sebagian pendusta besar terhadap seorang ahli tauhid; yang bersaksi ”Lâ Ilâha Illallâh, Muhammad Rasulullah”, dan seorang mukmin muslim ahli kiblat, namun pendusta tersebut berkata kepadanya: ”Kamu tidak mengenal tahuid. Tauhid itu terbagi dua; tauhid Rubûbiyyah dan tauhid Ulûhiyyah. Tauhid Rubûbiyyah adalah tauhid yang telah diakui oleh oleh orang-orang kafir dan orang-orang musyrik. Sementara tauhid Ulûhiyyah adalah adalah tauhid murni yang diakui oleh orang-orang Islam. Tauhid Ulûhiyyah inilah yang menjadikan dirimu masuk di dalam agama Islam. Adapun tauhid Rubûbiyyah saja tidak cukup”. Ini adalah perkataan orang sesat yang sangat aneh. Bagaimana ia mengatakan bahwa orang-orang kafir dan orang-orang musyrik sebagai ahli tauhid?! Jika benar mereka sebagai ahli tauhid tentunya mereka akan dikeluarkan dari neraka kelak, tidak akan menetap di sana selamanya, karena tidak ada seorangpun ahli tauhid yang akan menetap di daam neraka tersebut sebagaimana telah diriwayatkan dalam banyak hadits shahih. Adakah kalian pernah mendengar di dalam hadits atau dalam riwayat perjalanan hidup Rasulullah bahwa apa bila datang kepada beliau orang-orang kafir Arab yang hendak masuk Islam lalu Rasulullah merinci dan menjelaskan kepada mereka pembagian tauhid kepada tauhid Ulûhiyyah dan tauhid Rubûbiyyah?! Dari mana mereka mendatangkan dusta dan bohong besar terhadap Allah dan Rasul-Nya ini?! Padalah sesungguhnya seorang yang telah mentauhidkan ”Rabb” maka berarti ia telah mentauhidkan ”Ilâh”, dan seorang yang telah memusyrikan ”Rabb” maka ia juga berarti telah memusyrikan ”Ilâh”. Bagi seluruh orang Islam tidak ada yang berhak disembah oleh mereka kecuali ”Rabb” yang juga ”Ilâh” mereka. Maka ketika mereka berkata ”Lâ Ilâha Illallâh”; bahwa hanya Allah Rabb mereka yang berhak disembah; artinya mereka menafikan Ulûhiyyah dari selain Rabb mereka, sebagaimana mereka menafikan Rubûbiyyah dari selain Ilâh mereka. Mereka menetapkan ke-Esa-an bagi Rabb yang juga Ilâh mereka pada Dzat-Nya, Sifat-sifat-Nya, dan pada segala perbuatan-Nya; artinya tidak ada keserupaan bagi-Nya secara mutlak dari berbagai segi”.
(Masalah): Para ahli bid’ah dari kaum Musyabbihah biasanya berkata: ”Sesungguhnya para Rasul diutus oleh Allah SWT adalah untuk berdakwah kepada umatnya terhadap tauhid Ulûhiyyah; yaitu agar mereka mengakui bahwa hanya Allah SWT yang berhak disembah. Adapun tauhid Rubûbiyyah; yaitu keyakinan bahwa Allah adalah Tuhan seluruh alam ini, dan bahwa Allah SWT adalah yang mengurus segala peristiwa yang terjadi pada alam ini, maka tauhid ini tidak disalahi oleh seorang-pun dari seluruh manusia, baik orang-orang musyrik maupun orang-orang kafir, dengan dalil firman Allah SWT dalam QS. Luqman:
وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ لَيَقُولَنَّ اللهُ (لقمان: 25)
“Dan jika engkau bertanya kepada mereka siapakah yang menciptakan seluruh lapisan langit dan bumi? Maka mereka benar-benar akan menjawab: “Allah” (QS. Luqman: 25)
(Jawab): Perkataan mereka ini murni sebagai kebatilan belaka. Bagaimana mereka berkata bahwa seluruh orang-orang kafir dan orang-orang musyrik sama dengan orang-orang mukmin dalam tauhid Rubûbiyyah?! Adapun pengertian ayat di atas bahwa orang-orang kafir mengakui Allah SWT sebagai Pencipta langit dan bumi adalah pengakuan yang hanya di lidah saja, bukan artinya bahwa mereka sebagai orang-orang ahli tauhid; yang mengesakan Allah SWT dan mengakui bahwa hanya Allah SWT yang berhak disembah. Terbukti bahwa mereka menyekutukan Allah SWT, mengakui adanya tuhan yang berhak disembah kepada selain Allah SWT. Mana logikanya jika orang-orang musyrik disebut sebagai ahli tauhid?! Rasulullah SAW tidak pernah berkata kepada seorang kafir yang hendak masuk Islam bahwa di dalam Islam terdapat dua tauhid; Ulûhiyyah dan Rubûbiyyah! Rasulullah SAW tidak pernah berkata kepada seorang kafir yang hendak masuk Islam bahwa tidak cukup baginya untuk menjadi seorang muslim hanya bertauhid Rubûbiyyah saja, tapi juga harus bertauhid Ulûhiyyah! Oleh karena itu di dalam al-Qur’an Allah berfirman tentang perkataan Nabi Yusuf saat mengajak dua orang di dalam penjara untuk mentauhidkan Allah:
أَأَرْبَابٌ مُتَفَرّقُوْنَ خَيْرٌ أمِ اللهُ الْوَاحِدُ الْقَهّار (يوسف: 39
”Adakah rabb-rabb yang bermacam-macam tersebut lebih baik ataukah Allah (yang lebih baik) yang tidak ada sekutu bagi-Nya dan yang maha menguasai?!” (QS. Yusuf: 39).
Dalam ayat ini Nabi Yusuf menetapkan kepada mereka bahwa hanya Allah SAW sebagai Rabb yang berhak disembah.
Perkataan kaum Musyabbihah dalam membagi tauhid kepada dua bagian, dan bahwa tauhid Ulûhiyyah (Ilâh) adalah pengakuan hanya Allah SAW saja yang berhak disembah adalah pembagian batil yang menyesatkan, karena tauhid Rubûbiyyah adalah juga pengakuan bahwa hanya Allah yang berhak disembah, sebagaimana yang dimaksud oleh ayat di atas. Dengan demikian Allah SAW adalah Rabb yang berhak disembah, dan juga Allah SAW adalah Ilâh yang berhak disembah. Kata “Rabb” dan kata “Ilâh” adalah kata yang memiliki kandungan makna yang sama sebagaimana telah dinyatakan oleh al-Imâm Abdullah ibn Alawi al-Haddad di atas.
..................................................................................................................................................
Dalam majalah Nur al-Islâm, majalah ilmiah bulanan yang diterbitkan oleh para Masyâyikh al-Azhar asy-Syarif Cairo Mesir, terbitan tahun 1352 H, terdapat tulisan yang sangat baik dengan judul “Kritik atas pembagian tauhid kepada Ulûhiyyah dan Rubûbiyyah” yang telah ditulis oleh asy-Syaikh al-Azhar al-‘Allamâh Yusuf ad-Dajwi al-Azhari (w 1365 H), sebagai berikut:
[[“Sesungguhnya pembagian tauhid kepada Ulûhiyyah dan Rubûbiyyah adalah pembagian yang tidak pernah dikenal oleh siapapun sebelum Ibn Taimiyah. Artinya, ini adalah bid’ah sesat yang telah ia munculkannya. Di samping perkara bid’ah, pembagian ini juga sangat tidak masuk akal; sebagaimana engkau akan lihat dalam tulisan ini. Dahulu, bila ada seseorang yang hendak masuk Islam, Rasulullah SAW tidak mengatakan kepadanya bahwa tauhid ada dua macam. Rasulullah tidak pernah mengatakan bahwa engkau tidak menjadi muslim hingga bertauhid dengan tauhid Ulûhiyyah (selain Rubûbiyyah), bahkan memberikan isyarat tentang pembagian tauhid ini, walau dengan hanya satu kata saja, sama sekali tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW. Demikian pula hal ini tidak pernah didengar dari pernyataan ulama Salaf; yang padahal kaum Musyabbihah sekarang yang membagi-bagi tauhid kepada Ulûhiyyah dan Rubûbiyyah tersebut mengaku-aku sebagai pengikut ulama Salaf. Sama sekali pembagian tauhid ini tidak memiliki arti. Adapun firman Allah SWT:
وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ لَيَقُولَنَّ اللهُ (لقمان: 25)
“Dan jika engkau bertanya kepada mereka siapakah yang menciptakan seluruh lapisan langit dan bumi? Maka mereka benar-benar akan menjawab: “Allah” (QS. Luqman: 25)
Ayat ini menceritakan perkataan orang-orang kafir yang mereka katakan hanya di dalam mulut saja, tidak keluar dari hati mereka. Mereka berkata demikian itu karena terdesak tidak memiliki jawaban apapun untuk membantah dalil-dalil kuat dan argumen-argumen yang sangat nyata (bahwa hanya Allah SWT yang berhak disembah). Bahkan, apa yang mereka katakan tersebut (pengakuan ketuhanan Allah SWT) ”secuil”-pun tidak ada di dalam hati mereka, dengan bukti bahwa pada saat yang sama mereka berkata dengan ucapan-ucapan yang menunjukan kedustaan mereka sendiri. Lihat, bukankah mereka menetapkan bahwa penciptaan manfaat dan bahaya bukan dari Allah SWT?! Benar, mereka adalah orang-orang yang tidak mengenal Allah SWT. Dari mulai perkara-perkara sepele hingga peristiwa-peristiwa besar mereka yakini bukan dari Allah SWT, bagaimana mungkin mereka mentauhidkan-Nya?! Lihat misalkan firman Allah SWT tentang orang-orang kafir yang berkata kepada Nabi Hud:
إِن نَّقُولُ إِلاَّ اعْتَرَاكَ بَعْضُ ءَالِهَتِنَا بِسُوءٍ (هود: 54)
”Kami katakan bahwa tidak lain engkau telah diberi keburukan atau dicelakakan oleh sebagian tuhan kami” (QS. Hud: 54).
Sementara Ibn Taimiyah berkata bahwa dalam keyakinan orang-orang musyrik tentang sesembahan-sesembahan mereka tersebut tidak memberikan manfaat dan bahaya sedikit-pun. Dari mana Ibn Taimiyah berkata semacam ini?! Bukankah ini berarti ia membangkang kepada apa yang telah difirmankah Allah SWT?! Anda lihat lagi ayat lainnya dari firman Allah SWT tentang perkataan-perkataan orang kafir tersebut:
وَجَعَلُوا للهِ مِمَّا ذَرَأَ مِنَ الْحَرْثِ وَاْلأَنْعَامِ نَصِيبًا فَقَالُوا هَذَا للهِ بِزَعْمِهِمْ وَهَذَا لِشُرَكَآئِنَا فَمَاكَانَ لِشُرَكَآئِهِمْ فَلاَيَصِلُ إِلَى اللهِ وَمَاكَانَ للهِ فَهُوَ يَصِلُ إِلَى شُرَكَآئِهِمْ (الأنعام: 136)
”Lalu mereka berkata sesuai dengan prasangka mereka: ”Ini untuk Allah dan ini untuk berhala-berhala kami”. Maka sajian-sajian yang diperuntukan bagi berhala-berhala mereka tidak sampai kepada Allah; dan saji-sajian yang diperuntukan bagi Allah maka sajian-sajian tersebut sampai kepada berhala mereka” (QS. al-An’am: 136).
Lihat, dalam ayat ini orang-orang musyrik tersebut mendahulukan sesembahan-sesembahan mereka atas Allah SWT dalam perkara-perkara sepele.
Kemudian lihat lagi ayat lainnya tentang keyakinan orang-orang musyrik, Allah SWT berkata kepada mereka:
و َمَانَرَى مَعَكُمْ شُفَعَآءَكُمُ الَّذِينَ زَعَمْتُمْ أَنَّهُمْ فِيكُمْ شُرَكَاؤُا (الأنعام: 94)
”Dan Kami tidak melihat bersama kalian para pemberi syafa’at bagi kalian (sesembahan/berhala) yang kamu anggap bahwa mereka itu sekutu-sekutu tuhan di antara kamu”(QS. al-An’am: 94).
Dalam ayat ini dengan sangat nyata bahwa orang-orang kafir tersebut berkeyakinan bahwa sesembahan-sesembahan mereka memberikan mafa’at kepada mereka. Itulah sebabnya mengapa mereka mengagung-agungkan berhala-berhala tersebut.
Lihat, apa yang dikatakan Abu Sufyan; ”dedengkot” orang-orang musyrik di saat perang Uhud, ia berteriak: ”U’lu Hubal” (maha agung Hubal), (Hubal adalah salah satu berhala terbesar mereka). Lalu Rasulullah SAW menjawab teriakan Abu Sufyan: ”Allâh A’lâ Wa Ajall” (Allah lebih tinggi derajat-Nya dan lebih Maha Agung).
Anda pahami teks-teks ini semua maka anda akan paham sejauh mana kesesatan mereka yang membagi tauhid kepada dua bagian tersebut!! Dan anda akan paham siapa sesungguhnya Ibn Taimiyah yang telah menyamakan antara orang-orang Islam ahli tauhid dengan orang-orang musyrik para penyembah berhala tersebut, yang menurutnya mereka semua sama dalam tauhid Rubûbiyyah!”]Sumber : Ustaz Abou Fateh
link:
http://allahadatanpatempat.wordpress.com/2010/05/09/membongkar-kesesatan-ajaran-wahabi-yang-membagi-tauhid-kepada-3-bagian-aqidah-mereka-ini-nyata-bidah-sesat
1. Tauhid ar-Rububiyyah
Yaitu tauhid yang dimiliki oleh orang Muslim dan orang musyrik. Dalam tauhid ini mengandung tauhid al-Khaliqiyyah (mengi’tiqad Allah Swt sebagai Pencipta), menyatakan Allah Swt penguasa langit dan bumi, dan hanya Allah Swt-lah yang mengurus keduanya.
Sekelompok insan ini mendasarkan tauhid ar-Rububiyah ini kepada firman Allah Swt dalam surat al-Mu`minun ayat 84-85 :
قُلْ لِمَنِ الْأَرْضُ وَمَنْ فِيهَا إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (84) سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ
"Katakanlah Kepunyaan siapakah bumi ini dan semua yang ada padanya jika kamu mengetahui?" Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah" Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak ingat?" (QS. al-Mukminun : 84-85)
dan juga firman Allah Swt dalam surat al-Ankabut ayat 61 :
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ
Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?" Tentu mereka akan menjawab: "Allah", maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar) (QS. al-Ankabut: 61)
Berdasarkan ayat-ayat tersebut, sekelompok insan ini berkomentar bahwa kaum kafir juga mengakui Allah Swt walaupun tauhidnya tidak sah karena mereka juga ikut menyembah berhala disamping pengakuan mereka kepada adanya Allah Swt.
2. Tauhid al-Uluhiyyah
Yaitu tauhid dalam penyembahan bahwa hanya Allah Swt semata yang disembah dan tiada menyekutukan-Nya dengan apapun.
3. Tauhid al-Asma` wa as-Shifat
Yaitu menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah Swt sebagaimana telah di tetapkan oleh al-Qur`an dan Rasul-Nya berdasarkan maknanya yang zhahir (walaupun membawaki kepada tajsim).
Ibnu Taimiyah di dalam kitabnya, Minhaj al-Sunnah menomentari tentang tauhidnya mayoritas kaum Muslimin dan 'Ulama Mutakallimin dari golongan al-Asya`irah dan lainnya :
وأخرجوا من التوحيد ما هو منه كتوحيد الإلهية وإثبات حقائق أسماء الله وصفاته ولم يعرفوا من التوحيد إلا توحيد الربوبية وهو الإقرار بأن الله خالق كل شيء وربه وهذا التوحيد كان يقر به المشركون الذين قال الله عنهم ولئن سألتهم من خلق السموات والأرض ليقولن الله (سورة لقمان).وقال تعالى قل من رب السموات السبع ورب العرش العظيم سيقولون الله الآيات ((سورة المؤمنون) وقال عنهم ومايؤمن أكثرهم بالله إلا وهم مشركون (سورة يوسف). قال طائفة من السلف يقول لهم من خلق السماوات والأرض فيقولون الله وهم مع هذا يعبدون غيره وإنما التوحيد الذي أمر الله به العباد هو توحيد الألوهية المتضمن لتوحيد الربوبية بأن يعبد الله وحده لا يشركون به شيئا
Mereka telah mengeluarkan bagian dari tauhid seperti tauhid Ilahiyah dan menyatakan adanya hakikat nama-nama Allah dan sifat-Nya. Mereka tiada mengetahui tauhid kecuali hanya tauhid Rububiyyah saja yaitu pengakuan bahwa Allah Swt adalah Pencipta segala sesuatu. Tauhid ini juga diakui oleh kaum kafir dimana Allah Swt berfirman tentang mereka : Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka "Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?" Tentu mereka akan menjawab "Allah" (QS. al-Ankabut: 61. Allah Swt juga berfirman "Katakanlah: "Siapakah Yang Mempunyai langit yang tujuh dan Yang Mempunyai 'Arsy yang besar? Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah Swt". (QS. al-Mukminun: 86-87)
dan juga firman Allah Swt: "Dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah Swt melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah Swt (QS. Yusuf : 106). Sekelompok 'Ulama salaf berkata: "Allah Swt bertanya kepada mereka: "Siapa yang menciptakan langit dan bumi". Mereka menjawab: "Allah Swt", namun dalam keadaan demikian mereka juga masih menyembah selain Allah Swt dan tauhid yang Allah Swt perintahkan kepada hamba-Nya hanyalah tauhid Uluhiyyah yang juga mengandung tauhid Rububiyah dengan cara hanya menyembah Allah Swt dan tidak menyekutukan-Nya dengan apapun"
Ibnu Taimiyah juga berkata dalam kitab Risalah Ahl al-Shuffah:
توحيد الربوبية وحده لا ينفى الكفر ولا يكفى
"Tauhid Rububiyyah semata tidaklah menghilangkan kekufuran dan tidaklah memadai"
Muhammad bin ‘Abd al-Wahhab (pencetus gerakan al-Wahhabiyyah) dalam kitabnya, Kasyf al-Syubhat, menyatakan :
وتحققت أن رسول الله - صلى الله عليه وسلم - إنما قاتلهم ليكون الدعاء كله لله والنذر كله لله والذبح كله لله والاستغاثة كلها لله وجميع أنواع العبادة كلها لله وعرفت أن إقرارهم بتوحيد الربوبية لم يدخلهم في الإسلام وأن قصدهم الملائكة والأولياء يريدون شفاعتهم والتقرب إلى الله بذلك هو الذي أحل دماءهم وأموالهم عرفت حينئذٍ التوحيد الذي دعت إليه الرسل وأبى عن الإقرار به المشركون
"Setelah kamu pastikan bahwa Rasulullah Saw memerangi kaum musyrik supaya berdoa hanya kepada Allah Swt, bernazar hanya kepada Allah Swt, menyembelih hanya kepada Allah Swt, meminta tolong hanya kepada Allah Swt dan sekalian ibadah hanya kepada Allah Swt dan telah kamu ketahui bahwa pengakuan mereka dengan tauhid Rububiyyah tidaklah memasukkan mereka dalam agama Islam dan tujuan mereka kepada para Malaikat dan para Auliya` adalah untuk meminta syafa’at mereka dan pendekatan diri kepada Allah Swt dengan cara demikian merupakan hal yang menghalalkan darah dan harta mereka. Dapatlah kamu ketahui ketika itu tauhid yang diajak oleh para Rasul dan enggan diakui oleh kaum musyrik".
Dari pernyataan-pernyataan tersebut, jelaslah kedua insan ini hendak mengatakan bahwa tauhid yang diajak oleh para Rasul adalah tauhid Uluhiyyah sedangkan tauhid Rububiyyah telah ada pada kaum kafir. Begitu juga dengan para ‘Ulama al-Asyar’irah yang hanya bertauhid dengan tauhid Rububiyyah saja, tidak bertauhid Uluhiyyah.
Kesalahan Pembagian Tauhid Rububiyah dan Uluhiyah
Salah satu hal yang menjadikan pembagian tauhid Rububiyyah dan Uluhiyyah ini adalah pembagian yang tidak masuk akal adalah pemisahan makna ilah dan rabb. Padahal pada dasarnya, kedua lafadz tersebut adalah lafadz yang maknanya saling melazimi karena ilah yang haq adalah rabb yang haq. Begitu juga sebaliknya, ilah yang bathil juga merupakan rabb yang bathil.
Hal ini terbukti dari beberapa ayat al-Qur`an dan hadits Rasul Saw yang sama sekali tidak membedakan pemakaian lafazh ilah dan rabb. Allah Swt berfirman yang menceritakan perjanjian manusia tentang ke-Tuhanan Allah Swt di alam ruh :
أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ
"Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (ke-Esaan Tuhan)" (QS. al-A’raf : 172)
Ayat ini menunjukkan bahwasanya pemakaian kata rabb untuk pengakuan ke-Tuhanan Allah Swt sama saja halnya dengan pemakaian kata ilah. Seandainya tidak sama, tentu saja lafazh perjanjiannya tidak akan memakai kata rabb dan akan dituntut untuk mengakui ke-Tuhanan Allah swt dengan pemakaian kata ilah.
Dalil lainnya yang menunjuki bahwa makna lafadz rabb dan ilah saling melazimi (tidak bisa terpisah) adalah pertanyaan Malaikat Munkar ‘as dan Nakir ‘as di dalam kubur dengan lafadz "من ربك" bukan dengan lafadz "من الهك" . Kalau memang makna dari lafadz Rabb dan Ilah berbeda, tentunya kedua Malaikat ‘as ini akan menanyakan "من الهك" atau akan menanyakan keduanya.
Oleh karena itu antara Uluhiyyah dan Rububiyyah tidak bisa dipisahkan maknanya sehingga pembagian tauhid ini tidak sah karena siapa saja yang telah mengakui Rububiyyah bagi satu zat, berarti ia juga telah mengakui Uluhiyyahnya zat tersebut.
Benarkan Kaum Kafir Ber-tauhid Rububiyyah?
Sekelompok insan pembagi tauhid tiga ini menyatakan bahwa kaum musyrik memiliki tauhid Rububiyyah. Ini merupakan hal yang sangat aneh karena kaum yang menyekutukan Allah Swt didakwa sebagai kaum yang ber-tauhid padahal dalil-dalil telah menunjukkan bahwa kaum kafir sama sekali tidak memiliki tauhid Rububiyyah.
Salah satu dalil yang sangat jelas untuk menunjuki bahwa para kafir itu tetap mensyirikkan tauhid Rububiyyah adalah pertanyaan Malaikat Munkar 'as dan Nakir 'as dalam kuburan dengan lafadz من ربك , "Siapa Rabb-mu?", jawaban kaum kafir adalah لا ادرى , "Saya tidak tahu", sedangkan kaum mukmin akan menjawab "Allah Swt", sehingga dapatlah dipahami bahwa kekufuran kaum musyrik dalam Rububiyyah sama dengan kekufurannya terhadap Uluhiyyah.
Para Rasul sebagaimana mereka menentang kaum musyrikin yang beribadah kepada selain Allah Swt, mereka juga menentang keyakinan kaum musyrikin yang menetapkan sifat Rububiyyah kepada selain Allah Swt, seperti keyakinan kaum kafir akan terpenuhinya syafa’at (permintaan pertolongan) mereka di sisi Allah Swt dengan cara menyekutukan Allah Swt dengan tuhan-tuhan mereka ataupun seperti terpenuhinya kehendak tuhan-tuhan mereka dalam memberi manfaat dan kemudharatan bagi mereka. Ini menunjukkan bahwa sifat Rububiyyah yang ditetapkan oleh kaum kafir kepada Allah Swt adalah penetapan yang tidak sah sehingga kaum kafir tidak layak digolongkan dalam kelompok manusia yang bertauhid Rububiyyah.
Beberapa ayat al-Qur`an yang menunjuki bahwa para Rasul juga menentang penetapan sifat Rububiyyah Allah Swt oleh kaum musyrikin antara lain :
1. Dalam surat al-Anbiya, Allah Swt menghikayahkan perkataan Nabi Ibrahim ‘as :
قَالَ بَلْ رَبُّكُمْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الَّذِي فَطَرَهُنّ
"Nabi Ibrahim ‘as berkata : "Sebenarnya Tuhan kamu ialah Tuhan langit dan bumi yang telah menciptakannya" (QS. al-Anbiya: 56)
2. Dalam surat al-An’am ayat 80, Allah Swt juga menghikayahkan perkataan Nabi Ibrahim ‘as kepada kaumnya :
أَتُحَاجُّونِّي فِي اللَّهِ وَقَدْ هَدَانِ وَلَا أَخَافُ مَا تُشْرِكُونَ بِهِ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ رَبِّي شَيْئًا
"Apakah kamu hendak membantah tentang Allah Swt padahal sesungguhnya Allah Swt telah memberi petunjuk kepadaku. Dan aku tidak takut kepada (malapetaka dari) sembahan-sembahan yang kamu persekutukan dengan Allah Swt kecuali di kala Tuhanku (Rabbi) menghendaki sesuatu (dari malapetaka) itu... " (QS. al-An’am : 80)
Kedua kandungan ayat ini ini adalah bukti nyata seruan Nabi Ibrahim ‘as kepada kaum musyrik untuk tidak menjadikan tuhan mereka sebagai sekutu bagi Allah Swt dengan keyakinan mereka bahwa tuhan mereka bisa memberi mudharat dan manfaat.
3. Dalam surat Yusuf ayat 39, Allah Swt menceritakan dakwah Nabi Yusuf ‘as ketika berada dalam penjara:
أَأَرْبَابٌ مُتَفَرِّقُونَ خَيْرٌ أَمِ اللَّهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ
"Manakah yang baik, tuhan-tuhan (Arbab, kata plural dari Rabb) yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa?" (QS. Yusuf : 39)
4. Dalam surat an-Nazi’at ayat 24, Allah Swt menghikayahkan perkataan Fir’aun :
أَنَا رَبُّكُمُ الْأَعْلَى
"Akulah tuhanmu yang paling tinggi" (Q.S. an-Nazi’at : 24)
Apakah masih dapat di katakan bahwa “kedua sahabat Nabi yusuf yang menyembah patung dan fir’aun itu mengakui dengan uluhiyyah Allah SWT ? sehingga bisa kita dakwakan bahwa kaum tauhid Raububiyah juga ada pada kaum kafir!
5. Dalam surat asy-Syu’ara` ayat, Allah menghikayahkan percakapan Nabi Musa dengan Fir’aun. Fir’aun berkata :
وَمَا رَبُّ الْعَالَمِينَ
"dan apa itu tuhan kamu?" (Q.S. As-Syu’ara 23)
Maka Nabi Musa AS menjawab :
رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا
"Tuhan langit dan bumi dan sesuatu antara keduanya"( Q.S. Asy-Syu’ara 24 )
Nabi Musa juga menjawab:
رَبُّكُمْ وَرَبُّ آبَائِكُمُ الْأَوَّلِينَ
"tuhan kamu dan tuhan segala bapak kamu yang terdahulu"(Q.S. Asy-Syu’ara 26)
6. Nabi Harun as menyeru kepada kaumnya yang menyembah patung anak lembu :
وَإِنَّ رَبَّكُمُ الرَّحْمَنُ
Dan sesungguhnya tuhan kamu itu Maha pengasih (bukan anak sapi ini) (Q.S. Thaha 90)
7. Allah ta"ala berfirman kepada Nabi Muhammad SAW :
قُلْ أَغَيْرَ اللَّهِ أَبْغِي رَبًّا وَهُوَ رَبُّ كُلِّ شَيْءٍ
Katakanlah: "Apakah aku akan mencari Tuhan selain Allah, padahal Dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu…"(Q.S. al-An’am 64)
8. surat ali Imran 80 :
وَلَا يَأْمُرَكُمْ أَنْ تَتَّخِذُوا الْمَلَائِكَةَ وَالنَّبِيِّينَ أَرْبَابًا
dan Dia tidak menyuruhmu menjadikan malaikat dan para nabi sebagai tuhan-tuhan.(Q.S. Al Imran 80)
9. dll
Seluruh ayat diatas juga menunjukan bahwa para Rasul juga menyeru kepada kaumnya untuk tidak menyekutukan Allah pada rububiyyah dan untuk tidak menetapkan sesuatu dari kekhususan rububiyyah kepada selain Allah. Hal ini menunjukan bahwa kaum musyrikin juga menyekutukan Allah dengan sesembahan mereka pada sifat-sifat keistimewaan Allah. Mereka memiliki beberapa Rabb (tuhan), maka bagaimana bisa di katakan bahwa kaum musyrik memiliki tauhid rububiyah, meyakini bahwa hanya ada satu rabbi.
Dan adapun ayat-ayat yang mereka jadikan sebagai hujjah untuk melegitimasikan pernyataan mereka bahwa orang musyrik mengakui tauhid rububiyyah maka ayat-ayat tersebut sama sekali tidak bisa menjadi hujjah untuk dakwaan mereka karena :
Karena ayat-ayat tersebut khusus diturunkan kepada musyrikin arab pada masa Rasulullah SAW. Sedangkan dakwaan mereka umum untuk semua kaum musyrik.
Berdasarkan kenyataan dilapangan dan dalam sejarah bahwa beberapa kelompok manusia mengingkari adanya Allah SWT seperti kelompok Atheis, golongan yang lain mengingkari ke-esaan Allah SWT seperti kaum tsanawiyyah yang mengatakan tuhan ada 2, tuhan kebaikan dan tuhan keburukan, dan ada juga kaum shabiah (para penyembah bintang) mereka menetapkan tadbir (pengaturan alam) kepada bintang-bintang sehingga bintang tersebut berhak untuk di sembah serta mengadukan berbagai keperluan padanya, mereka meyakini bahwa bintang mengatur segala kejadian dibumi seperti kebahagiaan seseorang, sengsara, sehat, sakit, dll.
Maka apakah bisa kita membenarkan bahwa mereka semua termasuk orang –orang yang bertauhid rububiyyah?
Begitu juga di dalam Al-quran telah tertera bahwa Namrud dan Fir’aun mendakwakan adanya sifat rububiyyah pada diri mereka, Namrud mengatakan:
أَنَا أُحْيِي وَأُمِيتُ
"saya yang menghidupkan dan yang mematikan" (Q.S. al-Baqarah 258)
وَمَا رَبُّ الْعَالَمِينَ
"dan apa tuhan sekalian alam" (Q.S. Syu’ara` 23)
sedangkan Fir'aun mengatakan :
يَا أَيُّهَا الْمَلَأُ مَا عَلِمْتُ لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرِي
"Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan (rabb) bagimu selain aku" (Q.S. al-Qashash 38)
dan ia juga berkata:
أَنَا رَبُّكُمُ الْأَعْلَى
aku tuhan (rabb) kamu yang lebih tinggi (Q.S. an-naza’at 24)
Mereka semua sama sekali tidak mengenal rububiyyah apalagi mengakui dengan tauhid rububiyyah kepada Allah, bahkan sebaliknya mereka mendakwakan diri mereka sebagai Rabb yang memberi manfaat dan mudharat.
Allah SWT berkata tentang keadaan kaum musyrikin Arab:
وَهُمْ يَكْفُرُونَ بِالرَّحْمَنِ قُلْ هُوَ رَبِّي
mereka kufur dengan Allah, katakanlah Allah itu Rabbi (Q.S.Ar-Ra’du 30)
Maka dimana tauhid rububiyyah mereka?
Dari ayat-ayat yang telah kami uraikan diatas menunjukkan bahwa orang-orang musyrik menjadikan sembahan mereka sebagai sekutu bagi Allah, mereka menetapkan bahwa tuhan-tuhan mereka bisa memberi pertolongan (syafa’at) mereka menetapkan bahwa tuhan-tuhan mereka bisa berkehendak apapun terhadap manusia yang hidup dibumi ini, maka iktiqad mereka yang seperti ini adalah syirik pada Rububiyyah.
Selain itu, ketika jiwa manusia hanya akan tunduk dengan menyembah kepada zat yang telah ia akui sebagai pencipta dan pengatur alam, maka penyembahan kaum musyrik kepada selain Allah menunjuki bahwa keyakinan ke esaan pencipta dan pengatur alam dalam hati mereka bukan hanya kepada Allah semata, dengan kata lain tauhid Rububiyah sama sekali tidak ada dalam jiwa mereka. Karena manusia yang mengakui adanya sebagian sifat Rububiyah pada satu zat kemudian menyekutukannya maka manusia tersebut tidaklah dapat di katakan memiliki tauhid Rububiyah.
Kesimpulannya, dakwaan Ibnu Taimiyah dan pengikutnya bahwa sekalian kaum musyrik dari sekalian umat juga mengakui tauhid Rububiyah kepada Allah dan sesungguhnya mereka itu kafir hanya karena tidak memiliki tauhid uluhiyyah (menyembah selain Allah) dan bahwa para Rasul-rasul tidak mengajak umatnya kepada tauhid Raububiyah karena tauhid tersebut telah ada pada diri mereka tetapi yang di ajak oleh Rasul hanyalah untuk mengakui tauhid uluhiyah, merupakan dakwaan yang sesat serta menyalahi al-quran sendiri sebagaimana telah kita uraikan ayat-ayat al-quran yang menunjukkan bahwa kaum musyrik menyekutukan Allah dengan sesembahan mereka sebagian sifat-sifat kekhususan Allah SWT.
Pada hakikatnya pembagian tauhid kepada rububiyah dan uluhiyah adalah bertujuan untuk menggolongkan kaum muslimin yang melakukan ziarah, bertawasol ke kuburan para anbiya dan syuhada sebagai orang-orang musyrik yang hanya memiliki tauhid rububiyah dan tidak memilikii tauhid uluhiyah seperti layaknya kaum musyrik yang menurut mereka juga mengimani Allah tetapi menyembah selain Allah.
Sumber: Lbm.Mudimesra.com
****
Pendapat kaum Wahabi yang membagi tauhid kepada tiga bagian; tauhid Ulûhiyyah, tauhid Rubûbiyyah, dan tauhid al-Asmâ’ Wa ash-Shifât adalah bid’ah batil yan menyesatkan. Pembagian tauhid seperti ini sama sekali tidak memiliki dasar, baik dari al-Qur’an, hadits, dan tidak ada seorang-pun dari para ulama Salaf atau seorang ulama saja yang kompeten dalam keilmuannya yang membagi tauhid kepada tiga bagian tersebut. Pembagian tauhid kepada tiga bagian ini adalah pendapat ekstrim dari kaum Musyabbihah masa sekarang; mereka mengaku datang untuk memberantas bid’ah namun sebenarnya mereka adalah orang-orang yang membawa bid’ah.
SEDIKIT BANTAHAN AHLUSSUNNAH TERHADAP KAUM WAHABI YANG SANGAT APRIORI TERHADAP ILMU KALAM.
Di antara dasar yang dapat membuktikan kesesatan pembagian tauhid ini adalah sabda Rasulullah SAW:
أمِرْتُ أنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتىّ يَشْهَدُوْا أنْ لاَ إلهَ إلاّ اللهُ وَأنّيْ رَسُوْل اللهِ، فَإذَا فَعَلُوْا ذَلكَ عُصِمُوْا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وأمْوَالَهُمْ إلاّ بِحَقّ (روَاه البُخَاريّ)
“Aku diperintah untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada Tuhan (Ilâh) yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwa saya adalah utusan Allah. Jika mereka melakukan itu maka terpelihara dariku darang-darah mereka dan harta-harta mereka kecuali karena hak”. (HR al-Bukhari).
Dalam hadits ini Rasulullah SAW tidak membagi tauhid kepada tiga bagian, beliau tidak mengatakan bahwa seorang yang mengucapkan “Lâ Ilâha Illallâh” saja tidak cukup untuk dihukumi masuk Islam, tetapi juga harus mengucapkan “Lâ Rabba Illallâh”. Tetapi makna hadits ialah bahwa seseorang dengan hanya bersaksi dengan mengucapkan “Lâ Ilâha Illallâh”, dan bersaksi bahwa Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah SWTmaka orang ini telah masuk dalam agama Islam. Hadits ini adalah hadits mutawatir dari Rasulullah SAW, diriwayatkan oleh sejumlah orang dari kalangan sahabat, termasuk di antaranya oleh sepuluh orang sahabat yang telah medapat kabar gembira akan masuk ke surga. Dan hadits ini telah diriwayatkan oleh al-Imâm al-Bukhari dalam kitab Shahih-nya.
Tujuan kaum Musyabbihah membagi tauhid kepada tiga bagian ini adalah tidak lain hanya untuk mengkafirkan orang-orang Islam ahi tauhid yang melakukan tawassul dengan Nabi Muhammad SAW, atau dengan seorang wali Allah SWT dan orang-orang saleh. Mereka mengklaim bahwa seorang yang melakukan tawassul seperti itu tidak mentauhidkan Allah SWT dari segi tauhid Ulûhiyyah. Demikian pula ketika mereka membagi tauhid kepada tauhid al-Asmâ’ Wa ash-Shifât, tujuan mereka tidak lain hanya untuk mengkafirkan orang-orang yang melakukan takwil terhadap ayat-ayat Mutasyâbihât. Oleh karenanya, kaum Musyabbihah ini adalah kaum yang sangat kaku dan keras dalam memegang teguh zhahir teks-teks Mutasyâbihât dan sangat “alergi” terhadap takwil. Bahkan mereka mengatakan: “al-Mu’aw-wil Mu’ath-thil”; artinya seorang yang melakukan takwil sama saja dengan mengingkari sifat-sifat AllahvSWT. Na’ûdzu Billâh.
Dengan hanya hadits shahih di atas, cukup bagi kita untuk menegaskan bahwa pembagian tauhid kepada tiga bagian di atas adalah bid’ah batil yang dikreasi oleh orang-orang yang mengaku memerangi bid’ah yang sebenarnya mereka sendiri ahli bid’ah. Bagaimana mereka tidak disebut sebagai ahli bid’ah, padahal mereka membuat ajaran tauhid yang sama sekali tidak pernah dikenal oleh orang-orang Islam?! Di mana logika mereka, ketika mereka mengatakan bahwa tauhid Ulûhiyyah saja tidak cukup, tetapi juga harus dengan pengakuan tauhid Rubûbiyyah?! Bukankah ini berarti menyalahi hadits Rasulullah SAW di atas?! Dalam hadits di atas sangat jelas memberikan pemahaman kepada kita bahwa seorang yang mengakui ”Lâ Ilâha Illallâh” ditambah dengan pengakuan kerasulan Nabi Muhammad SAW maka cukup bagi orang tersebut untuk dihukumi sebagai orang Islam. Dan ajaran inilah yang telah dipraktekan oleh Rasulullah SAW ketika beliau masih hidup. Apa bila ada seorang kafir bersaksi dengan ”Lâ Ilâha Illallâh” dan ”Muhammad Rasûlullâh” maka oleh Rasulullah SAW orang tersebut dihukumi sebagai seorang muslim yang beriman. Kemudian Rasulullah SAW memerintahkan kepadanya untuk melaksanakan shalat sebelum memerintahkan kewajiban-kewajiban lainnya; sebagaimana hal ini diriwayatkan dalam sebuah hadits oleh al-Imâm al-Bayhaqi dalam Kitâb al-I’tiqâd. Sementara kaum Musyabbihah di atas membuat ajaran baru; mengatakan bahwa tauhid Ulûhiyyah saja tidak cukup, ini sangat nyata telah menyalahi apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW. Mereka tidak paham bahwa ”Ulûhiyyah” itu sama saja dengan ”Rubûbiyyah”, bahwa ”Ilâh” itu sama saja artinya dengan ”Rabb”.
Kemudian kita katakan pula kepada mereka; Di dalam banyak hadits diriwayatkan bahwa di antara pertanyaan dua Malaikat; Munkar dan Nakir yang ditugaskan untuk bertanya kepada ahli kubur adalah: ”Man Rabbuka?”. Tidak bertanya dengan ”Man Rabbuka?” lalu diikutkan dengan ”Man Ilahuka?”. Lalu seorang mukmin ketika menjawab pertanyaan dua Malaikat tersebut cukup dengan hanya berkata ”Allâh Rabbi”, tidak harus diikutkan dengan ”Allâh Ilâhi”. Malaikat Munkar dan Nakir tidak membantah jawaban orang mukmin tersebut dengan mengatakan: ”Kamu hanya mentauhidkan tauhid Rubûbiyyah saja, kamu tidak mentauhidkan tauhid Ulûhiyyah!!”. Inilah pemahaman yang dimaksud dalam hadits Nabi tentang pertanyaan dua Malaikat dan jawaban seorang mukmin dikuburnya kelak. Dengan demikian kata ”Rabb” sama saja dengan kata ”Ilâh”, demikian pula ”tauhid Ulûhiyyah” sama saja dengan ”tauhid Rubûbiyyah”.
Dalam kitab Mishbâh al-Anâm, pada pasal ke dua, karya al-Imâm Alawi ibn Ahmad al-Haddad, tertulis sebagai berikut:
”Tauhid Ulûhiyyah masuk dalam pengertian tauhid Rubûbiyyah dengan dalil bahwa Allah telah mengambil janji (al-Mîtsâq) dari seluruh manusia anak cucu Adam dengan firman-Nya ”Alastu Bi Rabbikum?”. Ayat ini tidak kemudian diikutkan dengan ”Alastu Bi Ilâhikum?”. Artinya; Allah mencukupkannya dengan tauhid Rubûbiyyah, karena sesungguhya sudah secara otomatis bahwa seorang yang mengakui ”Rubûbiyyah” bagi Allah maka berarti ia juga mengakui ”Ulûhiyyah” bagi-Nya. Karena makna ”Rabb” itu sama dengan makna ”Ilâh”. Dan karena itu pula dalam hadits diriwayatkan bahwa dua Malaikat di kubur kelak akan bertanya dengan mengatakan ”Man Rabbuka?”, tidak kemudian ditambahkan dengan ”Man Ilâhuka?”. Dengan demikian sangat jelas bahwa makna tauhid Rubûbiyyah tercakup dalam makna tauhid Ulûhiyyah.
Di antara yang sangat mengherankan dan sangat aneh adalah perkataan sebagian pendusta besar terhadap seorang ahli tauhid; yang bersaksi ”Lâ Ilâha Illallâh, Muhammad Rasulullah”, dan seorang mukmin muslim ahli kiblat, namun pendusta tersebut berkata kepadanya: ”Kamu tidak mengenal tahuid. Tauhid itu terbagi dua; tauhid Rubûbiyyah dan tauhid Ulûhiyyah. Tauhid Rubûbiyyah adalah tauhid yang telah diakui oleh oleh orang-orang kafir dan orang-orang musyrik. Sementara tauhid Ulûhiyyah adalah adalah tauhid murni yang diakui oleh orang-orang Islam. Tauhid Ulûhiyyah inilah yang menjadikan dirimu masuk di dalam agama Islam. Adapun tauhid Rubûbiyyah saja tidak cukup”. Ini adalah perkataan orang sesat yang sangat aneh. Bagaimana ia mengatakan bahwa orang-orang kafir dan orang-orang musyrik sebagai ahli tauhid?! Jika benar mereka sebagai ahli tauhid tentunya mereka akan dikeluarkan dari neraka kelak, tidak akan menetap di sana selamanya, karena tidak ada seorangpun ahli tauhid yang akan menetap di daam neraka tersebut sebagaimana telah diriwayatkan dalam banyak hadits shahih. Adakah kalian pernah mendengar di dalam hadits atau dalam riwayat perjalanan hidup Rasulullah bahwa apa bila datang kepada beliau orang-orang kafir Arab yang hendak masuk Islam lalu Rasulullah merinci dan menjelaskan kepada mereka pembagian tauhid kepada tauhid Ulûhiyyah dan tauhid Rubûbiyyah?! Dari mana mereka mendatangkan dusta dan bohong besar terhadap Allah dan Rasul-Nya ini?! Padalah sesungguhnya seorang yang telah mentauhidkan ”Rabb” maka berarti ia telah mentauhidkan ”Ilâh”, dan seorang yang telah memusyrikan ”Rabb” maka ia juga berarti telah memusyrikan ”Ilâh”. Bagi seluruh orang Islam tidak ada yang berhak disembah oleh mereka kecuali ”Rabb” yang juga ”Ilâh” mereka. Maka ketika mereka berkata ”Lâ Ilâha Illallâh”; bahwa hanya Allah Rabb mereka yang berhak disembah; artinya mereka menafikan Ulûhiyyah dari selain Rabb mereka, sebagaimana mereka menafikan Rubûbiyyah dari selain Ilâh mereka. Mereka menetapkan ke-Esa-an bagi Rabb yang juga Ilâh mereka pada Dzat-Nya, Sifat-sifat-Nya, dan pada segala perbuatan-Nya; artinya tidak ada keserupaan bagi-Nya secara mutlak dari berbagai segi”.
(Masalah): Para ahli bid’ah dari kaum Musyabbihah biasanya berkata: ”Sesungguhnya para Rasul diutus oleh Allah SWT adalah untuk berdakwah kepada umatnya terhadap tauhid Ulûhiyyah; yaitu agar mereka mengakui bahwa hanya Allah SWT yang berhak disembah. Adapun tauhid Rubûbiyyah; yaitu keyakinan bahwa Allah adalah Tuhan seluruh alam ini, dan bahwa Allah SWT adalah yang mengurus segala peristiwa yang terjadi pada alam ini, maka tauhid ini tidak disalahi oleh seorang-pun dari seluruh manusia, baik orang-orang musyrik maupun orang-orang kafir, dengan dalil firman Allah SWT dalam QS. Luqman:
وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ لَيَقُولَنَّ اللهُ (لقمان: 25)
“Dan jika engkau bertanya kepada mereka siapakah yang menciptakan seluruh lapisan langit dan bumi? Maka mereka benar-benar akan menjawab: “Allah” (QS. Luqman: 25)
(Jawab): Perkataan mereka ini murni sebagai kebatilan belaka. Bagaimana mereka berkata bahwa seluruh orang-orang kafir dan orang-orang musyrik sama dengan orang-orang mukmin dalam tauhid Rubûbiyyah?! Adapun pengertian ayat di atas bahwa orang-orang kafir mengakui Allah SWT sebagai Pencipta langit dan bumi adalah pengakuan yang hanya di lidah saja, bukan artinya bahwa mereka sebagai orang-orang ahli tauhid; yang mengesakan Allah SWT dan mengakui bahwa hanya Allah SWT yang berhak disembah. Terbukti bahwa mereka menyekutukan Allah SWT, mengakui adanya tuhan yang berhak disembah kepada selain Allah SWT. Mana logikanya jika orang-orang musyrik disebut sebagai ahli tauhid?! Rasulullah SAW tidak pernah berkata kepada seorang kafir yang hendak masuk Islam bahwa di dalam Islam terdapat dua tauhid; Ulûhiyyah dan Rubûbiyyah! Rasulullah SAW tidak pernah berkata kepada seorang kafir yang hendak masuk Islam bahwa tidak cukup baginya untuk menjadi seorang muslim hanya bertauhid Rubûbiyyah saja, tapi juga harus bertauhid Ulûhiyyah! Oleh karena itu di dalam al-Qur’an Allah berfirman tentang perkataan Nabi Yusuf saat mengajak dua orang di dalam penjara untuk mentauhidkan Allah:
أَأَرْبَابٌ مُتَفَرّقُوْنَ خَيْرٌ أمِ اللهُ الْوَاحِدُ الْقَهّار (يوسف: 39
”Adakah rabb-rabb yang bermacam-macam tersebut lebih baik ataukah Allah (yang lebih baik) yang tidak ada sekutu bagi-Nya dan yang maha menguasai?!” (QS. Yusuf: 39).
Dalam ayat ini Nabi Yusuf menetapkan kepada mereka bahwa hanya Allah SAW sebagai Rabb yang berhak disembah.
Perkataan kaum Musyabbihah dalam membagi tauhid kepada dua bagian, dan bahwa tauhid Ulûhiyyah (Ilâh) adalah pengakuan hanya Allah SAW saja yang berhak disembah adalah pembagian batil yang menyesatkan, karena tauhid Rubûbiyyah adalah juga pengakuan bahwa hanya Allah yang berhak disembah, sebagaimana yang dimaksud oleh ayat di atas. Dengan demikian Allah SAW adalah Rabb yang berhak disembah, dan juga Allah SAW adalah Ilâh yang berhak disembah. Kata “Rabb” dan kata “Ilâh” adalah kata yang memiliki kandungan makna yang sama sebagaimana telah dinyatakan oleh al-Imâm Abdullah ibn Alawi al-Haddad di atas.
..................................................................................................................................................
Dalam majalah Nur al-Islâm, majalah ilmiah bulanan yang diterbitkan oleh para Masyâyikh al-Azhar asy-Syarif Cairo Mesir, terbitan tahun 1352 H, terdapat tulisan yang sangat baik dengan judul “Kritik atas pembagian tauhid kepada Ulûhiyyah dan Rubûbiyyah” yang telah ditulis oleh asy-Syaikh al-Azhar al-‘Allamâh Yusuf ad-Dajwi al-Azhari (w 1365 H), sebagai berikut:
[[“Sesungguhnya pembagian tauhid kepada Ulûhiyyah dan Rubûbiyyah adalah pembagian yang tidak pernah dikenal oleh siapapun sebelum Ibn Taimiyah. Artinya, ini adalah bid’ah sesat yang telah ia munculkannya. Di samping perkara bid’ah, pembagian ini juga sangat tidak masuk akal; sebagaimana engkau akan lihat dalam tulisan ini. Dahulu, bila ada seseorang yang hendak masuk Islam, Rasulullah SAW tidak mengatakan kepadanya bahwa tauhid ada dua macam. Rasulullah tidak pernah mengatakan bahwa engkau tidak menjadi muslim hingga bertauhid dengan tauhid Ulûhiyyah (selain Rubûbiyyah), bahkan memberikan isyarat tentang pembagian tauhid ini, walau dengan hanya satu kata saja, sama sekali tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW. Demikian pula hal ini tidak pernah didengar dari pernyataan ulama Salaf; yang padahal kaum Musyabbihah sekarang yang membagi-bagi tauhid kepada Ulûhiyyah dan Rubûbiyyah tersebut mengaku-aku sebagai pengikut ulama Salaf. Sama sekali pembagian tauhid ini tidak memiliki arti. Adapun firman Allah SWT:
وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ لَيَقُولَنَّ اللهُ (لقمان: 25)
“Dan jika engkau bertanya kepada mereka siapakah yang menciptakan seluruh lapisan langit dan bumi? Maka mereka benar-benar akan menjawab: “Allah” (QS. Luqman: 25)
Ayat ini menceritakan perkataan orang-orang kafir yang mereka katakan hanya di dalam mulut saja, tidak keluar dari hati mereka. Mereka berkata demikian itu karena terdesak tidak memiliki jawaban apapun untuk membantah dalil-dalil kuat dan argumen-argumen yang sangat nyata (bahwa hanya Allah SWT yang berhak disembah). Bahkan, apa yang mereka katakan tersebut (pengakuan ketuhanan Allah SWT) ”secuil”-pun tidak ada di dalam hati mereka, dengan bukti bahwa pada saat yang sama mereka berkata dengan ucapan-ucapan yang menunjukan kedustaan mereka sendiri. Lihat, bukankah mereka menetapkan bahwa penciptaan manfaat dan bahaya bukan dari Allah SWT?! Benar, mereka adalah orang-orang yang tidak mengenal Allah SWT. Dari mulai perkara-perkara sepele hingga peristiwa-peristiwa besar mereka yakini bukan dari Allah SWT, bagaimana mungkin mereka mentauhidkan-Nya?! Lihat misalkan firman Allah SWT tentang orang-orang kafir yang berkata kepada Nabi Hud:
إِن نَّقُولُ إِلاَّ اعْتَرَاكَ بَعْضُ ءَالِهَتِنَا بِسُوءٍ (هود: 54)
”Kami katakan bahwa tidak lain engkau telah diberi keburukan atau dicelakakan oleh sebagian tuhan kami” (QS. Hud: 54).
Sementara Ibn Taimiyah berkata bahwa dalam keyakinan orang-orang musyrik tentang sesembahan-sesembahan mereka tersebut tidak memberikan manfaat dan bahaya sedikit-pun. Dari mana Ibn Taimiyah berkata semacam ini?! Bukankah ini berarti ia membangkang kepada apa yang telah difirmankah Allah SWT?! Anda lihat lagi ayat lainnya dari firman Allah SWT tentang perkataan-perkataan orang kafir tersebut:
وَجَعَلُوا للهِ مِمَّا ذَرَأَ مِنَ الْحَرْثِ وَاْلأَنْعَامِ نَصِيبًا فَقَالُوا هَذَا للهِ بِزَعْمِهِمْ وَهَذَا لِشُرَكَآئِنَا فَمَاكَانَ لِشُرَكَآئِهِمْ فَلاَيَصِلُ إِلَى اللهِ وَمَاكَانَ للهِ فَهُوَ يَصِلُ إِلَى شُرَكَآئِهِمْ (الأنعام: 136)
”Lalu mereka berkata sesuai dengan prasangka mereka: ”Ini untuk Allah dan ini untuk berhala-berhala kami”. Maka sajian-sajian yang diperuntukan bagi berhala-berhala mereka tidak sampai kepada Allah; dan saji-sajian yang diperuntukan bagi Allah maka sajian-sajian tersebut sampai kepada berhala mereka” (QS. al-An’am: 136).
Lihat, dalam ayat ini orang-orang musyrik tersebut mendahulukan sesembahan-sesembahan mereka atas Allah SWT dalam perkara-perkara sepele.
Kemudian lihat lagi ayat lainnya tentang keyakinan orang-orang musyrik, Allah SWT berkata kepada mereka:
و َمَانَرَى مَعَكُمْ شُفَعَآءَكُمُ الَّذِينَ زَعَمْتُمْ أَنَّهُمْ فِيكُمْ شُرَكَاؤُا (الأنعام: 94)
”Dan Kami tidak melihat bersama kalian para pemberi syafa’at bagi kalian (sesembahan/berhala) yang kamu anggap bahwa mereka itu sekutu-sekutu tuhan di antara kamu”(QS. al-An’am: 94).
Dalam ayat ini dengan sangat nyata bahwa orang-orang kafir tersebut berkeyakinan bahwa sesembahan-sesembahan mereka memberikan mafa’at kepada mereka. Itulah sebabnya mengapa mereka mengagung-agungkan berhala-berhala tersebut.
Lihat, apa yang dikatakan Abu Sufyan; ”dedengkot” orang-orang musyrik di saat perang Uhud, ia berteriak: ”U’lu Hubal” (maha agung Hubal), (Hubal adalah salah satu berhala terbesar mereka). Lalu Rasulullah SAW menjawab teriakan Abu Sufyan: ”Allâh A’lâ Wa Ajall” (Allah lebih tinggi derajat-Nya dan lebih Maha Agung).
Anda pahami teks-teks ini semua maka anda akan paham sejauh mana kesesatan mereka yang membagi tauhid kepada dua bagian tersebut!! Dan anda akan paham siapa sesungguhnya Ibn Taimiyah yang telah menyamakan antara orang-orang Islam ahli tauhid dengan orang-orang musyrik para penyembah berhala tersebut, yang menurutnya mereka semua sama dalam tauhid Rubûbiyyah!”]Sumber : Ustaz Abou Fateh
link:
http://allahadatanpatempat.wordpress.com/2010/05/09/membongkar-kesesatan-ajaran-wahabi-yang-membagi-tauhid-kepada-3-bagian-aqidah-mereka-ini-nyata-bidah-sesat