Ayat Seribu Dinar
Ayat Seribu Dinar
Ayat Seribu Dinar
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا . وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا .
Siapa saja yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan memberikan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan siapa saja yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah menentukan ukuran bagi tiap-tiap sesuatu." (QS Ath-Thalaq : 2-3).
Mayoritas ahli tafsir mengatakan bahwa Surat at-Thalaq ayat 2-3 ini diturunkan berkenaan dengan peristiwa yang dialami oleh salah seorang shahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa ala alihi wa sallam yang bernama Auf bin Malik al-Asyjai’iy Radhiyallahu Anhu ketika orang musyrik menyandra anaknya yang bernama Salim. Auf Bin Malik mengadukan hal tersebut kepada Rasulullah dan mengeluhkan kondisi dirinya, istrinya dan keluarganya yang notabene orang tak mampu untuk membayar tebusan anaknya kepada orang musyrik. Istri Auf Bin Malik seada-adanya hari hanya bisa menangis mengahadapi ujian tersebut. Rasulullah berkata: “hendaknya engkau bertaqwa dan bersabar, aku perintahkan kepada engkau dan istri untuk memperbanyak membaca kalimat Hauqalah (La Haula Wa La Quwwata Illa Billahil Aliyyil Azhim). Akhirnya Auf Bin Malik pulang kerumah dan menyampaikan pesan Rasulullah kepada istrinya. Sang istri sangat gembira mendapat pesan dari Rasulullah kemudian suami istri itu mulai mengamalkan membaca Hauqalah sebanyak-banyaknya. Dengan izin Allah, di malam harinya Salim Bin Auf yang sedang ditawan oleh kaum musyrikin mendapatkan kesempatan untuk melarikan diri saat kaum musyrik sedang lalai. Dalam riwayat disebutkan Salim Bin Auf bukan hanya dapat melarikan diri bahkan dia berhasil membawa 4000 ekor kambing dan 50 ekor unta milik kaum musyrikin ke Madinah. Betapa terkejutnya Auf Bin Malik sekeluarga melihat anaknya bisa kembali kerumah dalam keadaan selamat. Lebih terkejut lagi mereka melihat Salim membawa ribuan ekor hewan. Akhirnya Auf Bin Malik mendatangi Rasulullah dan mencritakan kronologi tibanya Salim ke rumah, sekaligus menanyakan bagaimana hukum hewan-hewan milik kaum musyrikin yang dia bawa ke Madinah. Apakah boleh saya makan dan kami miliki hewan-hewan tersebut. Rasulullah menjawab: “Boleh.” Kemudian turunlah ayat ath-Thalaq ayat 2-3.[1]
Dalam riwayat Imam Ahmad Bin Hambal, Imam Ibn Mardawaih, Abu Nuaim dan Imam al-Baihaqiy dari Abu Dzar menyebutkan; “Rasulullah memerintahkan agar istri Auf Bin Malik banyak membaca surat ath-Thalaq ayat 2-3. Kemudian istri Auf bin malik membacanya semalaman suntuk sampai tertidur pulas. Rasulullah berkata kepada Abu Dzar: “Wahai Abu Dzar, seandainya seluruh manusia mengamalkan ayat tersebut, niscaya akan mencukupi mereka.”[2]
Auf Bin Malik yang sebelumnya menjadi orang susah keblangsak setelah mengamalkan ilmu taqwa, menyerahkan semua urusan kepada Allah disertai memperbanyak dzikir Hauqalah dan mengulang-ulang surat ath-Thalaq ayat 2-3, akhirnya menjadi saudagar kambing yang kaya raya. Subhanallah, betapa luhurnya akhlaq sahabat Rasulullah kehati-hatian mereka yang super ekstra dalam urusan makan dan mencari usaha.
Imam Ismail Haqqi Bin Mushthafa al-Khalwatiy mengatakan bahwa: “Ayat di atas menjelaskan tentang wajibnya menyerahkan segala urusan kepada Allah (setelah ikhtiar). Orang yang bertawakkal kepada Allah meyakini segala sesuatu baik rizqi maupun yang lainnya terjadi semata-mata dengan kehendak Allah sehingga tidak ada dalam benaknya melainkan kepasrahan secara total kepada ketentuan Allah lantaran apa yang Allah taqdirkan merupakan hal yang terbaik bagi hamba-Nya.[3]
Imam Abu as-Suud mengatakan: “Disebutkan dalam riwayat Siapa saja yang membaca surat at-Thalaq dengan konsisten, maka ia akan mendapat jaminan dari Allah wafat dalam mengamalkan sunnah Rasulullah.”[4]
Ayat di atas diyakini sebagai ayat yang memiliki asror (rahasia) dapat menolak kesulitan dunia dan akhirat, mendatang rizqi yang berlimpah dari jalan yang tidak disangka tak dinyana.
Kronologi Ayat Sepuluh Ribu Dinar
Adapun kronologi yang menyebabkan ayat di atas disebut ayat 10 ribu dinar adalah riwayat yang disebutkan oleh Imam Nuruddin Ali al-Ujhuriy al-Malikiy (wafat tahun 1066 Hijriyah) salah seorang pembesar ulama yang berafiliasi dalam mazhab Imam Malik. Beliau menyebutkan dalam Fadhail Ramadhan sebuah kissah yang memiliki korelasi dengan surat ath-Thalaq ayat 2-3. Diceritakan ada sekelompok orang berlayar naik kapal laut di tengah laut mereka mendengar Hatif (suara gaib) yang berkata: “Siapa yang memberikan uang sebesar 10 ribu dinar, aku akan ajarkan bacaan yang apabila dia tertimba mushibah dan petaka kemudian dia baca, maka akan selamat. Kemudian salah seorang pelayar berdiri mengeluarkan uang sejumlah nominal yang disebutkan dan berkata: Aku akan berikan uangnya lalu ajarkanlah aku . suara itu kembali menjawab: “Lemparkan uang itu ke laut. Lalu orang itupun melemparkannya. Suara itu berkata: “Apabila dirimu dalam bahaya maka bacalah:
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا . وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا .
Apa yang dilakukan pemuda itu dikritik habis oleh kawan-kawannya. Mereka membodoh-bodohi dirinya lantaran menurut mereka itu perbuatan mutlak sia-sia. Pemuda itu menjawab: tidak ada sehelai dari rambut kepalaku yang bergerak lantaran ragu dengan kalimat yang aku dapatkan. Beberapa hari kemudian ada kejadian yang tidak diinginkan ada badai tornado yang menghancurkan kapal tersebut dan tidak ada yang selamat melainkan orang itu. Ada papan yang menghapiri dia sampai ke pinggir pulau yang terdapat istana besar megah dan indah terdapat intan, mutiara, permata dan batu-batu mulia yang sangat mahal harganya. Kemudian dia masuki istana itu dilihatnya ada seorang wanita yang sangat cantik. Dia bertanya: Siapakah kamu wahai wanita, apa yang kamu lakukan di sini? Wanita itu menjawab: aku adalah anak seorang saudagar kaya negri anu, aku pernah ikut ayahku berlayar dan akhirnya kapal yang kami tumpangi hancur di tengah laut dan aku terdampar di pulau ini. Akhirnya datang raja jin dari laut menggoda aku selama 7 hari namun ia tidak memperkosa aku, kemudian jin itu permisi untuk kembali ke laut selama 7 hari dan hari ini adalah genap hari ke-7. Menurut hematku, segeralah tinggalkan tempat ini sebelum jin itu dating memakan dirimu mentah-mentah. Tidak lama kondisi istana menjadi gelap ternyata jin itu telah datang dengan bentuk fostur tubuh sebesar gunung, betapa marahnya raja jin melihat ada makhluq yang ingin merusak pendaringannya langsung saja raja jin mengeluarkan kebolehan ilmunya untuk menyerang pemuda itu. Tanpa basa-basi tatkala raja jin mendekati pemuda itu langsung reflek membaca ayat pamungkas (ath-Thalaq ayat 2-3) yang dia yakini rahasianya. sekonyong-konyong raja jin berubah menjadi abu dapur yang terbakar. Wanita itu berteriak “hancur semua” demi Tuhan kamu mendapat kemenangan. Dan wanita itu terheran-heran kira-kira siapa pemuda itu, dan Keistimewaan apa yang ia dapat dari Tuhan.
Singkat cerita pemuda dan wanita tersebut meninggalkan pulau tersebut dan membawa seluruh kekayaan yang ada dengan sebuah perahu besar yang mereka berdua buat menuju kota Bashrah untuk menemui keluarga wanita itu dan sangat gembira keluarganya atas kepulangannya dan akhirnya pemuda itu dinikahkan dengan wanita itu dan harta yang dibawa menjadi mas kawinnya dan mereka hidup dalam kebahagiaan sampai punya anak cucu.”
Demikianlah ditransfer kisah ini oleh Imam Ahmad Bin Muhammad as-Shawiy al-Malikiy seorang ulama besar thoriqoh Khalwatiyah dari Imam Ali al-Ujhuriy. Kemudian disalin kembali oleh para ulama lainnya di antaranya: Syekh Ali Bin Abdurrahman al-Kelantaniy dalam kitab beliau al-Jauharul Mauhub Wa Munabbihatul Qulub halaman 28-29. Dalam kitab tersebut Syekh Ali Bin Abdurrahman Kelantan menggunakan istilah ayat seribu dinar.
Dari kisah di atas akhirnya surat at-Thalaq ayat 2-3 popular dengan sebutan ayat seribu dinar bahkan bukan seribu dinar tetapi sepuluh ribu dinar. Mungkin orang-orang bila menyebut sepuluh ribu terlalu berat jadi supaya ringan gunakan istilah seribu. Pasalnya bagi orang Indonesia kata seribu memiliki konotasi bilangan yang sangat banyak. Sampai ada tempat di Indonesia yang terdiri dari banyak nama-nama pulau dinamai pulau seribu. Padahal kalau kita mau hitung-hitung jumlah pulaunya tidak sampai seribu.
Uang sebanyak 10 ribu dinar kalau seandainya dikurs dengan uang sekarang kira-kira seharga 2500 gram emas. Kalau harga emas satu gram seharga 500 ribu rupiah maka sekitar 1.250.000.000. Kalo kita punya puluhan kartu kredit sebanyak itu bisa gendut semua.
Dalam ayat tersebut tertera janji Allah bahwasanya Allah akan memberikan solusi terbaik dari setiap cobaan, dan bahwasanya Allah akan memberikan rizki dari arah yang tiada disangka-sangka, kesemuanya itu ditujukan bagi mereka yang bertakwa kepada Allah. Ayat ini secara tegas menceritakan tentang adanya Munasabah (korelasi) antara rezeki dan pertolongan Allah dengan takwa. Setiap usaha halal yang diiringi doa dan tawakkal kepada Allah laksana menanam pohon yang pasti akan berbuah
Kaifiat Mengamalkan Ayat Seribu Dinar
Tidak ada keterangan baku dari Rasulullah shallallahu alaihi wa ala alihi wa sallam ataupun para sahabat dan salafus shalih mengenai jumlah bilangan dan waktu membacanya. Yang tersebut dalam riwayat sahabat Auf Bin Malik al-Asyjaiy Radhiyallahu anhu sebagaimana dinuqilkan oleh Imam Muhammad Bin Ali as-Syaukaniy di atas hanya dijelaskan harus dibaca berulang-ulang tanpa ada batasan jumlahnya dan ketentuan waktunya.
Adapun para ahli ma’rifah mengamalkannya dengan kaifiat yang disebutkan dalam kitab-kitab Mujarrobat (eksperimen) sebagai berikut:
لتوسعة رزق الانسان كيفما كان وبكل اشكاله وجوانبه عليه ان يقوم بما يلي يتوضأ ويلبس ثياب طاهرة ويبدأ من ليلة الاربعاء بعد صلاة المغرب مباشرة بقراءة الاية الكريمة التالية : -)) ومن يتق الله يجعل له مخرجا ويرزقه من حيث لا يحتسب ومن يتوكل على الله فهو حسبه ان الله بالغ امره قد جعل الله لكل شيء قدرا)) هذه الاية) .يقرأها 124 مرة ، ثم يقرأ بعدها سورة (القدر) 4 مرات وينفخ بعد السورة في الجهات الاربع ، اليمين ، اليسار ، فوق ، تحت .
ويكرر هذا العمل ليلتي الخميس والجمعة يجد الخير ان شاء الله تعالى .
Untuk membuka gudang rizqi hendaknya melakukan tekhnis sebagai berikut:
Berwudhu, memakai baju yang suci dimulai malam rabu membaca ayat seribu dinar setelah shalat maghrib sebanyak 124 kali dan setelah itu surat al-Qadr 4 kali kemudian sambil meniup dengan ke 4 arah: kanan, kiri, atas dan bawah. Ulangi cara seperti ini pada malam berikutnya yakni malam kamis dan malam jum’at dengan izin Allah akan terlihat kebaikan.
Syekh Haji Husain Qadriy Martapura menyebutkan: “Barang siapa yang membaca ayat seribu dinar selepas shalat lim waktu niscaya Allah murahkan rizqinya dan ia mendapat kemuliaan dunia akherat. Beliau menyebutkan dengan kaifiat:
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا . وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا
Ayat tersebut dibaca tiga kali. Dan ditutup dengan ucapan:
يا مسبب الأسباب سبب
Ya Musabbibal Asbab, Sabbib (3 kali)
Wahai yang Maha menjadi penyebab segala sebab.[5]
Adapun sanad muttashil (bersambung) kepada Imam Abul Hasan Ali al-Ujhuriy yang alfaqir dapatkan:
الحاج رزقي ذو القرنين البتاوي عن الشيخ عبد الرزاق امام اللاسمي عن الشيخ القاضي حسن محمد مشاط المكي (ت 1399 هـ) عن الشيخ علي بن عبد الله الطيب المدني (ت 1359هـ) عن الشيخ ابراهيم السقا (ت 1298 هـ) عن الشيخ علي بن محمد بن علي العربي السقاط الفاسي (ت 1183 هـ) عن الشيخ ابراهيم الفيومي (ت 1137 هـ) عن الشيخ محمد بن عبد الله الخرشي الأزهري (ت 1102 هـ) عن الشيخ نور الدين أبي الحسن علي الاجهوري (ت 1066 هـ) رضي الله عنه .
اللهم صل على سيدنا محمد الفاتح الخاتم وعلى اله وصحبه وسلم
Khadimul Ma'had al-Muafah
H. Rizqi Zulqornain al-Batawiy
[1] Tafsir Shawiy Ala Tafsir al-Jalalain, vol. 4 (Dar al-Fikr 1994) h. 280.
[2] Muhammad Bin Ali as-syaukaniy, Fathul Qadir vol. 5 (Dar al-Fikr 1992) h. 342.
[3] Tafsir Ruhul Bayan, vol. 10 (Dar al-Kutub 2013) h. 35.
[4] Tafsir Abi Suud, vol. 5 (Dar al-Fikr 1994) h. 305.
[5] Kitab Senjata Mu’min, h. 23.
Sumber