Fatwa Ali Jumah Bolehnya Pemimpin Non-Muslim (1)
Fatwa Ali Jumah Bolehnya Pemimpin Non-Muslim kafir untuk menjadi pemimpin di negara mayoritas muslim sebagai konsekuensi sistem demokrasi yang dianut
Fatwa Ali Jumah, mufti Mesir, tentang Bolehnya Pemimpin Non-Muslim kafir untuk menjadi pemimpin di negara mayoritas muslim sebagai konsekuensi sistem demokrasi yang dianut
Dr. Ali Jumah, mufti negara Mesir, berfatwa bolehnya mengangkat pemimpin Kristen di Mesir. Ini sebagai jawaban atas pertanyaan salah satu warga akan hal itu dari sudut pandang syariah. Akan tetapi, itu disyaratkan terpenuhinya kompetensi sebagai standar pertama, bukan agama. Khususnya setelah ditiadakannya apa yang dalam sejarah disebut dengan "perjanjian dzimmah" yang berhenti pada tahun 1852 masehi di mana negara Mesir masuk pada sistem berbangsa yang baru.
Ali Jumah berkata, bahwa Mesir berpenduduk mayoritas muslim. Namun di sana juga ada umat Kristiani dan Yahudi. Kaum Kristen dan Yahudi boleh masuk dalam ketentaraan. Konsekuensinya, maka boleh bagi mereka untuk mendapatkan hak-hak yang berlaku bagi seluruh warga negara. Karena, adanya sistem pemerintahan yang baru menyamakan seluruh warganya dalam segala hak dan kewajiban. Maka jadilah orang Kristen menjadi pemimpin dalam militer atau polisi atau provinsi (sebagai gubernur) atau kantor pemerintahan.
Ali Jumah menyatakan bahwa pemilihan pemimpin hendaknya berdasarkan pada "kompetensi, bukan berdasarkan agama". Apabila ada kemampun dan kompetensi untuk menempati suatu jabatan tertentu termasuk kepala negara maka boleh bagi setiap warga negara untuk maju dan mencalonkan dari dalam pemilihan presiden berdasarkan pada undang-undang yang meniadakan perbedaan berdasarkan pada agama.
Di samping itu, mufti Ali Jumah berkata, Ada dua hal terkait persoalan ini. Pertama, pemilih akan memilih calon muslim dalam pemilu yang bebas berdasarkan fakta bahwa mayoritas rakyat Mesir adalah muslim. Berdasarkan pada realitas di negara seperti Amerika Serikat di mana sepanjang sejarahnya tidak ada presiden AS dari golongan non-protestan, kecuali presiden John F. Kennedy yang berasal dari Katolik dan presiden yang sekarang Barack Obama yang berasal dari pemeluk Anglo Saxon.
Persoalan kedua, sebagaimana dikatakan mufti, terkait dengan hukum fikih. Karena sebagian orang tidak mau memberikan kekuasaan pada pemeluk Kristen di level kepemimpinan umum (ammah) (dengan alasan) sepanjang sejarah Islam seperti itulah yang terjadi. (namun) itu jelas dalam konteks Khilafah Al-Uzhma. Karena, Khilafah Uzhma adalah jabatan pengganti dari Rasulullah. Oleh karena itu, tidak boleh orang Kristen menjadi imam shalat, misalnya. Sebagaimana tidak bolehnya seorang muslim menjadi imam ibadah di gereja karena hal ini memerlukan syarat-syarat keimanan.
Teks asal:
أفتى الدكتور على جمعة مفتى الجمهورية بجواز تولي المسيحي منصب الرئاسة في مصر، ردًا على سؤال لأحد المواطنين حول مشروعية ذلك، لكن بشرط توافر الكفاءة التي اعتبرها المعيار الأول في الاختيار وليس الدين، خاصة بعد رفع ما عرف تاريخيًا بـ "عقد الذمة" الذي انتهى في عام 1852م ودخلت البلاد في طَور جديد من المواطنة.
وقال إن مصر تتميز بأن الغالبية العظمى الساحقة من سكانها هم من المسلمين، لكن يوجد هناك أيضًا مسيحيون باختلاف طوائفهم ومن اليهود أيضًا، وأصبح المسيحي يدخل الجيش واليهودي أيضًا، وبالتالي "يجوز له أن يتقدم بكل ما للمواطن ويأخذ حقوقه"، لأنه "مع وجود الدولة الحديثة تساوى الناس جميعا في الحقوق والواجبات فأصبح المسيحي يتولّى قيادة في الجيش أو الشرطة أو المحافظات أو في أي من دواوين الحكومة".
وأكد أنه ينبغي أن يكون الاختيار، بناء على "الكفاءة والكفاية وليس الدين"، مشيرًا إلى أنه "إذا كانت هناك كفاءة وكفاية لمنصب معين، وبما في ذلك رئيس الجمهورية فإنه يجوز لأي مواطن أن يتقدم ويترشح للانتخابات الرئاسية طبقًا للدستور الذي خلى عن التمييز بناء على العقيدة".
مع ذلك، قال المفتي إن هناك إشكاليتين تتعلقان بتلك المسألة، الأولى أن التصويت سيذهب للمرشح المسلم في الانتخاب الحر، بحكم أن أغلبية المصريين مسلمون، مدللاً على ذلك بأنه في دولة مثل الولايات المتحدة لم يصل عبر تاريخها رئيس إلى البيت الأبيض رئيس من خارج طائفة البروتستانت، باستثناء الرئيس الأسبق جون كينيدي، وكان من الكاثوليك، والرئيس الحالي باراك أوباما من الأنجلو ساكسون.
أما الإشكالية أخرى- كما يقول المفتي- فتتعلق بقضية الفقه، لأن البعض لا يريد أن يولي المسيحي ولاية عامة وهذا عبر التاريخ الإسلامي كان في الخلافة العظمى بدون شك، لأن الخلافة فيها خلافة عن رسول الله صلى الله عليه وسلم، لهذا لا يجوز أن يكون إمام الصلاة مسيحيا مثلا، كما لا يجوز أن يكون إمام الصلاة في الكنيسة مسلما لأن هذا يحتاج إلى شروط إيمانية.
المصدر
Dr. Ali Jumah, mufti negara Mesir, berfatwa bolehnya mengangkat pemimpin Kristen di Mesir. Ini sebagai jawaban atas pertanyaan salah satu warga akan hal itu dari sudut pandang syariah. Akan tetapi, itu disyaratkan terpenuhinya kompetensi sebagai standar pertama, bukan agama. Khususnya setelah ditiadakannya apa yang dalam sejarah disebut dengan "perjanjian dzimmah" yang berhenti pada tahun 1852 masehi di mana negara Mesir masuk pada sistem berbangsa yang baru.
Ali Jumah berkata, bahwa Mesir berpenduduk mayoritas muslim. Namun di sana juga ada umat Kristiani dan Yahudi. Kaum Kristen dan Yahudi boleh masuk dalam ketentaraan. Konsekuensinya, maka boleh bagi mereka untuk mendapatkan hak-hak yang berlaku bagi seluruh warga negara. Karena, adanya sistem pemerintahan yang baru menyamakan seluruh warganya dalam segala hak dan kewajiban. Maka jadilah orang Kristen menjadi pemimpin dalam militer atau polisi atau provinsi (sebagai gubernur) atau kantor pemerintahan.
Baca juga:
- Hukum Pemimpin Non-Muslim (1): Fatwa Ali Jumah
- Hukum Pemimpin Non-Muslim (2): Dr. Mustafa Rasyid
- Hukum Pemimpin (3): Rami Rifat in-depth Analysis
- Hukum Pemimpin Non-Muslim (4): Pendapat Ulama Kontemporer (PKS Jateng)
- Hukum Pemimpin Non-Muslim (5): Menurut Madzhab Empat (Abdul Fattah bin Soleh Al-Yafi'i)
- Hukum Pemimpin Non-Muslim (6): Pendapat Ulama (NU.or.id)
- Hukum Pemimpin Non-Muslim (7): Hasil Bahtsul Masail NU
- Bahsul Masail GP Ansor: Boleh Memilih Pemimpin Non Muslim
- Hukum Pemimpin Non-Muslim (1): Fatwa Ali Jumah
- Hukum Pemimpin Non-Muslim (2): Dr. Mustafa Rasyid
- Hukum Pemimpin (3): Rami Rifat in-depth Analysis
- Hukum Pemimpin Non-Muslim (4): Pendapat Ulama Kontemporer (PKS Jateng)
- Hukum Pemimpin Non-Muslim (5): Menurut Madzhab Empat (Abdul Fattah bin Soleh Al-Yafi'i)
- Hukum Pemimpin Non-Muslim (6): Pendapat Ulama (NU.or.id)
- Hukum Pemimpin Non-Muslim (7): Hasil Bahtsul Masail NU
- Bahsul Masail GP Ansor: Boleh Memilih Pemimpin Non Muslim
Ali Jumah menyatakan bahwa pemilihan pemimpin hendaknya berdasarkan pada "kompetensi, bukan berdasarkan agama". Apabila ada kemampun dan kompetensi untuk menempati suatu jabatan tertentu termasuk kepala negara maka boleh bagi setiap warga negara untuk maju dan mencalonkan dari dalam pemilihan presiden berdasarkan pada undang-undang yang meniadakan perbedaan berdasarkan pada agama.
Di samping itu, mufti Ali Jumah berkata, Ada dua hal terkait persoalan ini. Pertama, pemilih akan memilih calon muslim dalam pemilu yang bebas berdasarkan fakta bahwa mayoritas rakyat Mesir adalah muslim. Berdasarkan pada realitas di negara seperti Amerika Serikat di mana sepanjang sejarahnya tidak ada presiden AS dari golongan non-protestan, kecuali presiden John F. Kennedy yang berasal dari Katolik dan presiden yang sekarang Barack Obama yang berasal dari pemeluk Anglo Saxon.
Persoalan kedua, sebagaimana dikatakan mufti, terkait dengan hukum fikih. Karena sebagian orang tidak mau memberikan kekuasaan pada pemeluk Kristen di level kepemimpinan umum (ammah) (dengan alasan) sepanjang sejarah Islam seperti itulah yang terjadi. (namun) itu jelas dalam konteks Khilafah Al-Uzhma. Karena, Khilafah Uzhma adalah jabatan pengganti dari Rasulullah. Oleh karena itu, tidak boleh orang Kristen menjadi imam shalat, misalnya. Sebagaimana tidak bolehnya seorang muslim menjadi imam ibadah di gereja karena hal ini memerlukan syarat-syarat keimanan.
Teks asal:
أفتى الدكتور على جمعة مفتى الجمهورية بجواز تولي المسيحي منصب الرئاسة في مصر، ردًا على سؤال لأحد المواطنين حول مشروعية ذلك، لكن بشرط توافر الكفاءة التي اعتبرها المعيار الأول في الاختيار وليس الدين، خاصة بعد رفع ما عرف تاريخيًا بـ "عقد الذمة" الذي انتهى في عام 1852م ودخلت البلاد في طَور جديد من المواطنة.
وقال إن مصر تتميز بأن الغالبية العظمى الساحقة من سكانها هم من المسلمين، لكن يوجد هناك أيضًا مسيحيون باختلاف طوائفهم ومن اليهود أيضًا، وأصبح المسيحي يدخل الجيش واليهودي أيضًا، وبالتالي "يجوز له أن يتقدم بكل ما للمواطن ويأخذ حقوقه"، لأنه "مع وجود الدولة الحديثة تساوى الناس جميعا في الحقوق والواجبات فأصبح المسيحي يتولّى قيادة في الجيش أو الشرطة أو المحافظات أو في أي من دواوين الحكومة".
وأكد أنه ينبغي أن يكون الاختيار، بناء على "الكفاءة والكفاية وليس الدين"، مشيرًا إلى أنه "إذا كانت هناك كفاءة وكفاية لمنصب معين، وبما في ذلك رئيس الجمهورية فإنه يجوز لأي مواطن أن يتقدم ويترشح للانتخابات الرئاسية طبقًا للدستور الذي خلى عن التمييز بناء على العقيدة".
مع ذلك، قال المفتي إن هناك إشكاليتين تتعلقان بتلك المسألة، الأولى أن التصويت سيذهب للمرشح المسلم في الانتخاب الحر، بحكم أن أغلبية المصريين مسلمون، مدللاً على ذلك بأنه في دولة مثل الولايات المتحدة لم يصل عبر تاريخها رئيس إلى البيت الأبيض رئيس من خارج طائفة البروتستانت، باستثناء الرئيس الأسبق جون كينيدي، وكان من الكاثوليك، والرئيس الحالي باراك أوباما من الأنجلو ساكسون.
أما الإشكالية أخرى- كما يقول المفتي- فتتعلق بقضية الفقه، لأن البعض لا يريد أن يولي المسيحي ولاية عامة وهذا عبر التاريخ الإسلامي كان في الخلافة العظمى بدون شك، لأن الخلافة فيها خلافة عن رسول الله صلى الله عليه وسلم، لهذا لا يجوز أن يكون إمام الصلاة مسيحيا مثلا، كما لا يجوز أن يكون إمام الصلاة في الكنيسة مسلما لأن هذا يحتاج إلى شروط إيمانية.
المصدر