Fatwa PBNU: BPJS Kesehatan Halal
Fatwa PBNU: BPJS Kesehatan Halal
Forum bahtsul masail pra muktamar ke-33 NU yang diselenggarakan PBNU di pesantren Krapyak Yogyakarta pada 28 Maret 2015 lalu, sepakat mendukung program jaminan kesehatan nasional yang ditangani BPJS Kesehatan. Mereka menyimpulkan bahwa konsep jaminan kesehatan nasional yang ditangani BPJS Kesehatan tidak bermasalah menurut syariah Islam.
Fatwa PBNU: BPJS Kesehatan Halal. Baca juga: Fatwa MUI: BPJS Haram
Forum bahtsul masail pra muktamar ke-33 NU yang diselenggarakan PBNU di pesantren Krapyak Yogyakarta pada 28 Maret 2015 lalu, sepakat mendukung program jaminan kesehatan nasional yang ditangani BPJS Kesehatan. Mereka menyimpulkan bahwa konsep jaminan kesehatan nasional yang ditangani BPJS Kesehatan tidak bermasalah menurut syariah Islam.
Forum yang diikuti para kiai dari pelbagai daerah di Indonesia ini menetapkan bahwa BPJS sudah sesuai dengan syariat Islam. Mereka memandang akad yang digunakan BPJS Kesehatan sebagai akad ta’awun. Ketika disodorkan pertanyaan apakah mengandung riba, mereka menjawab bahwa akad BPJS tidak mengandung riba.
Putusan ini diambil setelah para kiai berdiskusi langsung dengan Kepala Grup MKPR dr Andi Afdal Abdullah terkait pelayanan kesehatan untuk peserta BPJS. Kepada dr Andi Afdal, para kiai mengajukan pelbagai pertanyaan seperti konsep iuran, penggunaan, besaran iuran, siapa pengguna BPJS, siapa yang dibebaskan dari iuran, dan pertanyaan lainnya yang dibutuhkan dalam bahtsul masail yang digelar pada sebuah sesi di malam hari.
Dengan diskusi pada orang teras BPJS, mereka mendapatkan tashawwurul amri, deskripsi persoalan secara utuh. Hasil diskusi ini yang dijadikan pedoman para kiai dalam memutuskan hukum BPJS.
Ketua LBM PWNU Yogyakarta KH Ahmad Muzammil kepada NU Online pada Kamis (30/7) pagi mengatakan bahwa dulu jaminan itu hukumnya fardhu kifayah, tetapi sekarang fardhu ain bagi orang mampu untuk membayar iuran jaminan bagi mereka yang lemah ketika diwajibkan pemerintah.
Konsep ta’awun yang diberlakukan BPJS, menurut Muzammil, masuk dalam bab jihad seperti disebutkan Fathul Mu’in yakni daf’u dhararin ma’shumin. Sehingga di sini pemerintah diposisikan sebagai administrator bagi orang kaya untuk membantu mereka yang lemah.
“Kalau bicara halal-haram, BPJS sudah jelas halal. Tetapi harus dilihat apakah BJPS ini mengandung mashlahah atau mafsadah? Kita tinggal memperbaiki saja mana kurangnya,” sambil menunjuk kekurangan BPJS pada layanan kesehatan WNI di luar negeri.
Hadirnya BPJS ini memiliki latar belakang panjang, kata Muzammil. Awalnya dahulu masyarakat meminta layanan kesehatan gratis. Pemerintah kemudian memutar otak, lalu membuatkan jalan seperti ini.
Sebagaimana dimaklumi bahwa putusan PBNU soal BPJS ini sudah dikeluarkan sejak 28 Maret lalu jauh sebelum MUI mengeluarkan fatwa haram transaksi BPJS belakangan ini dengan alasan ketidakjelasan akad, gharar, dan maisir. (Alhafiz K)
Sumber: nu.or.id
Forum bahtsul masail pra muktamar ke-33 NU yang diselenggarakan PBNU di pesantren Krapyak Yogyakarta pada 28 Maret 2015 lalu, sepakat mendukung program jaminan kesehatan nasional yang ditangani BPJS Kesehatan. Mereka menyimpulkan bahwa konsep jaminan kesehatan nasional yang ditangani BPJS Kesehatan tidak bermasalah menurut syariah Islam.
Forum yang diikuti para kiai dari pelbagai daerah di Indonesia ini menetapkan bahwa BPJS sudah sesuai dengan syariat Islam. Mereka memandang akad yang digunakan BPJS Kesehatan sebagai akad ta’awun. Ketika disodorkan pertanyaan apakah mengandung riba, mereka menjawab bahwa akad BPJS tidak mengandung riba.
Putusan ini diambil setelah para kiai berdiskusi langsung dengan Kepala Grup MKPR dr Andi Afdal Abdullah terkait pelayanan kesehatan untuk peserta BPJS. Kepada dr Andi Afdal, para kiai mengajukan pelbagai pertanyaan seperti konsep iuran, penggunaan, besaran iuran, siapa pengguna BPJS, siapa yang dibebaskan dari iuran, dan pertanyaan lainnya yang dibutuhkan dalam bahtsul masail yang digelar pada sebuah sesi di malam hari.
Dengan diskusi pada orang teras BPJS, mereka mendapatkan tashawwurul amri, deskripsi persoalan secara utuh. Hasil diskusi ini yang dijadikan pedoman para kiai dalam memutuskan hukum BPJS.
Ketua LBM PWNU Yogyakarta KH Ahmad Muzammil kepada NU Online pada Kamis (30/7) pagi mengatakan bahwa dulu jaminan itu hukumnya fardhu kifayah, tetapi sekarang fardhu ain bagi orang mampu untuk membayar iuran jaminan bagi mereka yang lemah ketika diwajibkan pemerintah.
Konsep ta’awun yang diberlakukan BPJS, menurut Muzammil, masuk dalam bab jihad seperti disebutkan Fathul Mu’in yakni daf’u dhararin ma’shumin. Sehingga di sini pemerintah diposisikan sebagai administrator bagi orang kaya untuk membantu mereka yang lemah.
“Kalau bicara halal-haram, BPJS sudah jelas halal. Tetapi harus dilihat apakah BJPS ini mengandung mashlahah atau mafsadah? Kita tinggal memperbaiki saja mana kurangnya,” sambil menunjuk kekurangan BPJS pada layanan kesehatan WNI di luar negeri.
Hadirnya BPJS ini memiliki latar belakang panjang, kata Muzammil. Awalnya dahulu masyarakat meminta layanan kesehatan gratis. Pemerintah kemudian memutar otak, lalu membuatkan jalan seperti ini.
Sebagaimana dimaklumi bahwa putusan PBNU soal BPJS ini sudah dikeluarkan sejak 28 Maret lalu jauh sebelum MUI mengeluarkan fatwa haram transaksi BPJS belakangan ini dengan alasan ketidakjelasan akad, gharar, dan maisir. (Alhafiz K)
Sumber: nu.or.id